Ana

Rabu, 04 Oktober 2017

Tante Pengemudi Taksi Online




            Suatu malam, setelah nongkrong bersama teman-teman di sebuah kedai kopi, saya memilih pulang menggunakan kendaraan yang dipesan menggunakan aplikasi online. Demikian pula dengan teman-teman saya yang lain. Kami mengeluarkan telepon genggam kami masing-masing dan mulai memesan.
Pesanan saya yang pertama kali mendapatkan respon. Mobil yang saya pesan itu diperkirakan baru 8 menit lagi tiba di tempat saya berada. Namun, pengemudi itu kemudian membatalkan pesanan saya. Mungkin dia punya pertimbangan lain sebelum melakukan perbuatan yang sebenarnya merugikannya sendiri itu. Membatalkan pesanan pelanggan akan memberi pengaruh buruk pada kinerjanya. Anehnya, dia kemudian mengambil pesanan teman yang duduk di samping saya. Padahal tempat menjemputnya sama.
Setelah itu, saya kembali memesan kendaraan. Setelah beberapa lama, muncul nama yang mirip nama saya. Namanya Anna, nama seorang perempuan. Saya sempat mengerutkan kening sambil melirik jam tangan saya. Saya tahu memang ada cukup banyak pengemudi transportasi online yang perempuan, namun biasanya mereka tidak beredar di malam hari apalagi menjelang tengah malam seperti ini. Keheranan saya makin bertambah saat melihat fotonya. Di fotonya, terlihat seorang perempuan setengah baya. Tante-tante gitu, deh.
Saya langsung berjalan ke luar kedai kopi saat terlihat petunjuk bahwa pengemudi itu telah tiba. Saya mencari-cari sejenak, kemudian menemukannya. Saya duduk di kursi depan, di samping pengemudi. Entah mengapa, saya selalu memilih duduk di samping pengemudi perempuan. Keheranan saya makin bertambah besar. Tante itu terlihat lebih tua daripada fotonya. Dapat dikatakan oma-oma gitu, deh.
Ibu itu (atau tante itu, atau oma itu?) terlihat lelah. Saya agak khawatir kalau dia sampai mengantuk. Saya mengajaknya ngobrol. Biasanya saya malas ngobrol dengan pengemudi. Dari hasil obrolan itu, saya tahu bahwa ibu itu sudah menjalani profesi pengemudi online sekitar setahun. Ia sengaja keluar di siang atau sore hari karena katanya kalau keluar pagi malah lebih capek. Ibu itu tinggal di daerah Jakarta Barat, yang saya tahu sebagai perumahan yang cukup elit. Setiap harinya ia bekerja sekitar  enam sampai 8 jam. Sebagai pengemudi transportasi online, tentunya ia harus paham teknologinya.
Dia terlihat cukup fasih menggunakan teknologi GPS dan mengikuti petunjuknya. Namun saya tetap saja menunjukkan jalan pulang. Sepanjang perjalanan itu, saya beberapa kali melirik ke arah ibu itu. Ada saatnya saya merasa prihatin karena sudah seusia itu masih berkeliaran mengemudikan mobil menjelang tengah malam. Ada kalanya saya waswas karena sepertinya dia tidak terlalu cakap dalam mengemudi. Kecepatannya mengemudi tidak stabil. Kadang cepat, kadang lambat. Mesinnya pun sempat mati saat di belokan. Bikin deg-degan saja. Sampai rasanya saya ingin mengambil alih kemudinya.
Petunjuk GPS mulai tidak bisa dipercaya saat memasuki kompleks perumahan di saat malam hari. Saat itu, banyak jalan yang diportal. Saat itulah saya memberikan petunjuk jalan dengan cermat ke rumah kami. Kami dapat tiba di rumah dengan cepat. Selain mengucapkan terima kasih, saya juga berpesan supaya ibu itu hati-hati di jalan. Saya harap dia langsung pulang ja ke rumah setelah mengantarkan saya.
Setiba di rumah, saya masih kepikiran dengan ibu itu. Dari tampilannya, dan dari ceritanya, sepertinya dia (pernah) cukup berada. Entah apa motivasinya menjadi pengemudi transportasi online. Entah untuk mencari nafkah, atau hanya sekedar mengisi waktu luang. Semoga saja dia selalu diberi keselamatan sepanjang menjalankan pekerjaannya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini