Ana

Minggu, 25 Oktober 2015

Kemiskinan Tak Jauh Dari Ibukota Kalimantan Tengah




            Beberapa waktu yang lalu adik saya pulang kampung. Dia pulang ke Palangkaraya pada saat kota itu diselimuti asap. Asapnya membuat banyak orang terganggu kesehatannya. Adik saya dan beberapa temannya menjadi relawan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat asap. Mereka mengunjungi beberapa kampung yang letaknya tidak jauh dari Palangkaraya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah itu.
            Adik saya bercerita kalau penduduk di kampung yang dikunjunginya itu banyak yang miskin. Saking miskinnya, banyak yang putus sekolah. Banyak pula anak-anak perempuan yang terpaksa dinikahkan pada usia muda. Orang tuanya memutuskan hal itu dengan harapan suami anaknya akan menggung biaya hidup anaknya. Hal itu otomatis pula mengurangi biaya hidup keluarga asal si anak perempuan.
            Saat mendengar berita itu, saya menerimanya seperti berita yang biasa saja. Namun lama-lama, saya menjadi sedih memikirkannya. Saya sedih karena memikirkan kehidupan anak-anak perempuan itu. Mereka kehilangan masa kecilnya dan terpaksa dewasa karena keadaan yang memaksa. Mereka tidak memiliki hak untuk menentukan kehidupan masa depan mereka sendiri. Sangat berbeda dengan kehidupan saya. Padahal, kami dilahirkan di pulau yang sama.
            Anak-anak perempuan itu, mungkin juga anak-anak Dayak, sama seperti saya. Saya harus bersyukur karena dilahirkan di  keluarga yang berkecukupan. Itu yang membuat nasib kami berbeda, dan perbedaan itu bukan karena usaha saya.
            Kalau diamati, kemiskinan sebenarnya tidak hanya ada di sekitar Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah itu. Di Jakarta, ibu kota negara ini, banyak juga orang yang miskin dan terpaksa hidup tanpa punya pilihan. Rasanya saya beberapa kali menuliskan pendapat saya tentang ini di blog saya ini. Semoga saja di kemudian hari, saya memiliki kesempatan untuk dapat turut mengurangi kemiskinan di negeri ini. Entah bagaimana caranya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini