Tempe dan
tahu, makanan yang terbuat dari kedelai itu saat ini sedang terkenal, menjadi trending topic di seluruh media di
republik kita tercinta ini. Makanan sederhana yang sangat sering menjadi menu
andalan di warung makan itu, terkenal karena kelangkaannya.
Dalam
kesehariannya, tempe dan tahu lebih dikenal sebagai makanan yang sederhana dan
harganya murah. Selain karena bahannya murah dan melimpah, biaya pembuatan dan
pemasarannya pun murah. Tak heran bila selama bertahun-tahun tempe dan tahu
dinobatkan menjadi menu makanan yang sederhana. Bahkan, ada yang menganggap
tempe dan tahu hanya cocok untuk orang miskin.
Namun, sejak
akhir Agustus 2013, status tempe dan tahu berubah. Tempe dan tahu bukan lagi
makanan yang mudah ditemui dan murah. Tempe dan tahu menjadi makanan langka dan
mahal. Hal ini terjadi karena mahalnya harga bahan bakunya, kedelai.
Untuk
memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, pemerintah mengambil kebijakanuntuk
mengimpor kedelai dari luar negeri. Kedelai dari luar negeri yang harganya
lebih murah diharapkan akan menggerakkan kembali apsar tahu dan tempe. Sekilas,
kebijakan ini adalah solusi yang baik bagi pasar tempe dan tahu. Kebijakan ini
juga berdampak lain. Harga murah kedelai impor akan “membunuh” kedelai lokal.
Petani lokal tidak akan merasakan dampak baik dari kebijakan ini. Mereka bahkan
mungkin akan sengsara karena menurunnya pendapatan.
Mengapa pula
saya membahas tempe dan tahu dengan seserius ini? Karena saya adalah salah satu
penggemar tempe dan tahu. Produsen tempe dan tahu kabarnya akan mogok produksi.
Saya pun tidak dapat menikmati makanan kegemaran saya ini. {ST}