Penerbangan
dari Medan utnuk kembali ke Jakarta pada hari Senin, tanggal 13 Januari 2014
bukanlah perjalanan yang mulus. Di sepanjang jalan, penumpang
tergoncang-goncang. Nyata terlihat pesawat itu menembus awan hujan. Petir dan
kilat menampakkan wujudnya dengan cahaya terang dari luar jendela.
Saat
itu, kami pergi bertiga. Kami tiba di Bandara Kualanamu sudah menjelang
keberangkatan pesawat. Alhasil, kami mendapat tempat duduk paling belakang.
Tempat duduk dengan goncangan paling besar. Untuk saya yang memang suka
bepergian dengan pesawat dan bisa menikmati tempat tinggi, tempat duduk seperti
ini tidak terlalu bermasalah. Beda halnya dengan adik saya yang takut
ketinggian. Dia ketakutan di sepanjang perjalanan.
Guncangan Pertama
Guncangan
pertama yang kami rasakan terjadi tak lama setelah pesawat tinggal landas.
Tidak lama setelah tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan, tanda itu dinyalakan
lagi. Pesawat benar-benar berguncang hebat. Pilot bahkan sampai memerintahkan
awak pesawat untuk kembali ke tempat duduknya. Saat itu para pramugari sedang
membagi-bagikan makanan.
Menuang Tanpa Tumpah
Salah
satu yang mengagumkan dari perjalanan itu adalah kemampuan para pramugari untuk
menuangkan minuman di kala pesawat sedang berguncang. Mereka dapat
menuangkannya tanpa tumpah dan berhamburan. Hebat! Mungkin karena mereka sudah
terlatih melakukannya.
Main Game
Untuk
mengurangi ketegangan dan kejenuhan, saya bermain game menggunakan fasilitas berlayar sentuh yang ada di tempat duduk
saya. Kegiatan main game ini perlu perjuangan
lebih dibandingkan dengan biasanya. Bukan karena kesulitan di game-nya, tapi karena susahnya menyentuh
layar di tempat yang tepat. Guncangan membuat sentuhan jari sering meleset.
Keasikan saya main game ini mungkin
akan membuat adiks aya yang takut terbang itu merasa sebal. Sebelumnya dia juga
merasa sebal karena saya bisa tertidur nyenyak ketika dia gelisah ketakutan di
ketinggian pesawat.
Anak Alay Lebay
Sepanjang
perjalanan itu, saya duduk di sebelah seorang anak alay yang lebay. Mengapa
saya tahu dia anak alay? Yeaaa…dari dandanannya tentunya. Dia berangkat bersama
beberapa orang temannya yang dandanannya mirip. Bersyukur juga mereka duduknya
nggak deketan. Kalau iya, pasti akan ada keributan, terutama yang dilakukan
oleh temannya, si pria melambai bersuara nyaring itu.
Sepanjang
perjalanan, anak alay di samping saya itu beberapa kali memotret dirinya
sendiri, membuat selfie. Mungkin selfie ini kelak akan dipamerkan di
media sosial. Entahlah. Yang jelas, anak ini akhirnya menonton film selama beberapa
lama.
Obrolan Pramugari
Duduk
di kursi paling belakang, artinya juga duduk berdekatan dengan tempat
berkumpulnya para pramugari ketika sedang tidak bertugas melayani. Dari tempat
saya duduk, terdengar beberapa percakapan mereka. Seperti juga para perempuan
yang ada di daratan, mereka menggosip. Nggosipin artis, politisi dan tentu saja
kapten pilotnya.
Hujan di Daratan
Hujan
lebat yang mengguncang angkasa itu ternyata juga berimbas di daratan. Jakarta,
kota tujuan kami juga hujan. Kami harus menggunakan payung ketika hendak menuju
ke shuttle bus. Tanggal 13 Januari 2014 memang sedang musim hujan di Jakarta.
Musim hujan yang juga diiringi dengan musim banjir. Ketika akhirnya kami bisa
keluar dari bandara, badai sudah berlalu, namun buntutnya masih ada, yaitu
kemacetan. {ST}