Ana

Jumat, 25 Januari 2019

Pertama Kalinya Memberikan Bintang Satu Pada Pengemudi Grab Car




            Tadi malam saya pulang dengan menggunakan Grab Car. Seperti biasa, saya menggunakan pembayaran nontunai. Saya memang lebih suka menggunakan pembayaran nontunai karena lebih praktis dan tidak perlu mengotori tangan dengan memegang uang tunai.
            Mobil yang saya pesan itu datang tak lama setelah saya memesan. Pengemudi segera menjalankan mobilnya tak lama setelah saya masuk ke mobil. Kejadian ini biasa saja, sih. Seperti yang biasanya terjadi.
            Yang agak berbeda adalah jalan yang dipilih oleh pengemudi itu untuk menuju rumah saya. Saya sudah memeberikan jalan yang biasa saya gunakan tetapi ia memilih jalan yang ditunjukkan oleh map, yang sepertinya memang lebih dekat. Karena cukup yakin bahwa petunjuk map itu akan membawa kami ke rumah, saya tidak lagi memerhatikan jalan yang dipilih. Say amalah melihat-lihat linimasa di media sosial.
            Jalan yang dipilih oleh pengemudi itu ternyata berujung pada portal yang ditutup. Kami terpaksa memutar balik untuk mencari jalan lainnya. Nah, di sinilah si pengemudi itu mulai menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan.
            “Ooo diportal, ya? Apa sekarang sudah jam 9?” tanya saya sembari mengalihkan pandangan dari layar monitor telepon genggam saya.
            “Apanya yang jam 9? Ini sudah jam 10!” jawabnya dari balik kemudi.
            Saya lihat di telepon genggam saya, memang sudah lewat jam 10 malam. Setelah memutar balik itu, saya akhirnya memberi tahu jalan mana yang tidak diportal ujungnya. Sepanjang jalan itu ia mengeluhkan susahnya mengantar ke tempat-tempat yang jalannya diportal. Katanya itu membuat boros bensin dan bikin bangkrut, apalagi bayarnya dengan menggunakan nontunai. Omelan tentang bangkrut itu diulang berkali-kali sampai akhirnya saya menegurnya.
            “Kalau memang tidak mau mengantar orang yang bayar pakai nontunai ya enggak usah diambil ordernya,” kata saya dari bangku belakang.
            Perkataan saya itu rupanya ditanggapi dengan kemarahan. Pengemudi itu kembali ngomel. Kali ini mungkin lebih tepat disebut marah-marah, tentang betapa pembayaran nontunai yang menyusahkan apalagi kalau sampai nyasar di jalan karena boros bahan bakar.
            Saat itu saya sedang sangat kelelahan. Mendengar orang yang marah-marah dan sebenarnya bukan urusan saya itu membuat saya makin lelah. Akhirnya saya memutuskan untuk turun di supermarket dekat rumah saja. Supermarket itu letaknya belum mencapai rumah saya.
            “Memangnya turunnya di sini? Sudah bikin bangkrut turunnya bukan di tujuan lag,” kata pengemudi itu.
            Saya bertambah malas mendengarnya. Saya juga malas bertengkar. Kata-kata itu masih dilanjutkan dengan beberapa kata lain yang tidak mau saya tuliskan di sini karena tidak enak dibaca dan didengar.
            “Iya saya mau turun di sini. Saya juga tidak mau bapak masuk ke dalam kompleks rumah saya. Ntar malah bangkrut ha ha ha,” ucap saya mencoba bercanda.
            Setelah mengucapkan “terima kasih” yang sepertinya tidak terlalu tulus, saya membuka pintu mobil dan segera keluar. Sebelum saya menutup pintu, bapak itu berteriak, “Kalau gak suka kasih bintang 1 aja!”
            Permintaannya segera saya kabulkan beberapa menit kemudian. Saya memberi bintang 1 untuk pelayanannya hari itu. Bintang 1 dari 5 itu artinya pelayanannya sangat buruk. Biasanya saya tidak pernah memberikan bintang 1 walaupun pelayanan dan cara mengemudinya sanagt buruk. Ini adalah pertama kalinya saya memberikan bintang satu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini