Saat membuka tempat koin di dompet,
saya melihat kancing kuning ini. Kancing kuning ini pernah menempel di celana
keponakan kecil saya. Kancing itu terlepas saat saya menemaninya main
perosotan.
Melihat kancing itu membuat saya
teringat pada siang hari yang terik itu. Keponakan kecil saya itu mengajak saya
bermain di sebuah taman bermain. Saya sebenarnya malas bermain di luar ruangan
pada jam 1 siang di negara tropis ini. Namun, antusiasmenya membuat saya luluh.
Saya akhirnya menemaninya bermain.
Saya bermain ayunan. Itu satu-satunya permainan yang dapat saya mainkan, sih.
Saya juga paling suka main ayunan sejak kecil. Sementara keponakan kecil saya
yang berumur 4 tahun itu paling suka main perosotan. Ia bolak-balik main
perosotan sampai tak terhitung banyaknya.
Saya akhirnya duduk berteduh di
teras bangunan sambil mengawasi keponakan saya yang bolak-balik naik ke
perosotan dan meluncur turun. Dari gerkaan berulang-ulang itu, tiba-tiba
gerakannya berubah. Anak kecil itu berjalan menuju saya. Setelah berada di
dekat saya, ia melihat ke bagian bokongnya.
“Waduh. Kamu gak mau pup, kan?”
tanya saya agak panik. Saya tidak terlalu telatih mengurus anak kecil yang pup.
“Enggaaak,” jawabnya polos.
Anak kecil itu menunjuk ke kancing
yang hampir terlepas di bagian bokongnya. Rupanya kancing itu membuat proses
perosotannya agak terganggu. Atau mungkin juga kancing itu nyaris terlepas
karena digunakan untuk meluncur terus. Entahlah.
Saya akhirnya menarik kancing yang
hampir lepas itu. Tidak perlu usaha keras untuk melepasnya. Benang yang mengikat
kancing itu sudah terurai. Hanya tinggal menunggu waktu saja kancing itu
terlepas dari letaknya semula. Saya mengambil kancing itu dan menyimpannya di
dompet saya. Niatnya, kancing itu akan saya pasangkan kembali saat kembali ke
rumah.
Niat itu tidak kesampaian. Sampai
kami pulang ke rumah tinggal kami masing-masing, kancing itu belum terpasang.
Sepertinya kancing itu tidak akan pernah kembali ke celana tempatnya semula.
Apalagi kami tinggal di kota yang berbeda. {ST}