Sebuah stiker berwarna biru putih
menarik perhatian saya. Pada stiker yang tertempel di loket pembayaran itu ada
tulisan “Wartawan harus perlihatkan identitas (kartu pers) dan penerbitan
terakhir (berantas wartawan tidak jelas)”. Saya langsung mendekat dan
memotretnya.
Kartu pers adalah tanda identitas
insan pers. Saya juga memiliki kartu pers berwarna kuning. Kartu ini, oleh
beberapa orang dianggap kartu sakti. Hanya dengan menunjukkannya, urusan
menjadi lebih mudah. Terutama urusan pelayanan publik. Sebabnya karena sang
pelayan ingin memberikan kesan baik kepada pewarta. Harapan di baliknya sudah
dapat ditebak. Tentunya pewarta itu akan mengabarkan yang baik-baik saja.
Karena kalau sampai mengabarkan kabar buruk, bisa-bisa akan berbuntut panjang.
Entah mendapatkan sanksi atau juga reputasi buruk. Mereka takut kebobrokannya
akan diungkap media.
Sampai saat ini saya belum pernah
menggunakan “kesaktian” kartu pers saya. Saya hanya mendengar kehebatannya dari
beberapa teman setelah saya gagal mengurus SIM dengan jalur resmi. Konon
kabarnya, kartu pers yang melambangkan tempat saya numpang berkarya ini
termasuk salah satu yang “paling sakti” di negeri ini. Grup media tempat saya
bergabung itu termasuk media yang memiliki reputasi baik.
“Ancaman” dengan menggunakan kartu
pers ini sudah menjadi rahasia umum. Tak heran banyak pula orang yang
memanfaatkannya. Ada banyak kartu pers abal-abal dengan media tidak jelas, yang
tujuannya untuk memeras. Saya pernah melihat beberapa kartu pers tidak jelas
seperti ini. Tidak jelas medianya apa dan terbitnya kapan. Adalah hal yang cukup
bijaksana jika ada peringatan di stiker itu. Cara paling mudah untuk
membuktikan sebuah media masih terbit adalah dengan menunjukkan terbitan
terakhirnya.
Di sisi lain, sebenarnya kartu pers
tidak perlu menjadi kartu sakti jika pelayanan publik baik. Kartu itu hanya
perlu sebagai kartu identitas saja. Kartu pers naik takhta sebagai kartu sakti
karena ada hal tidak baik yang ingin disembunyikan oleh sang pelayan publik.
Pemegang kartu pers juga sebaiknya tidak menggunakan pengaruhnya untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Hal itu hanya bisa terjadi jika pelayanan
publik benar-benar melayani publik dengan baik. Semoga saja menjadi kenyataan
di masa depan. {ST}
Baca juga: