Dalam
acara HUT GKI Kwitang tahun 2014, Panitia memutuskan untuk mendekorasi gedung
gereja dengan nuansa Nusantara. Dekorasi ini bukan hanya sekedar penghias, tapi
juga simbol dari jemaat GKI Kwitang yang beraneka ragam dan berasal dari
penjuru Nusantara. Kain ulos, dipilih untuk menghiasi bagian altar.
Seksi
perlengkapan dengan sigap memasang kain-kain ulos itu. Kain ulos itu dapat
dengan mudah dipasang. Permukaannya yang cukup kasar membuat Panitia tidak
perlu repot-repot mencari akal untuk menempelkan ulos itu pada panel kayu
tersebut. Ulosnya sudah menempel sendiri. Karena itu, panitia melanjutkan
pekerjaannya untuk mengurus hal lain.
“Itu kenapa ulosnya terbalik?” tanya seorang
ibu berdarah Batak kepada ketua panitia. Ulos terbalik itu ditandai dengan
tulisan “Horas” yang terbalik
Ketua
panitia dengan sigap mau membalik kain yang hanya disampirkan itu. Tepat saat
dia mengarahkan pandangannya ke kain itu, tertangkap tulisan “Horas” lainnya.
Tulisan itu memang terbalik, upside down,
yang atas jadi bawah. Tapi, di bagian atasnya terbaca “horas” dengan penulisan
yang benar, tidak terbalik. Akhirnya saya, ketua panitia yang ditegur oleh si
inang itu memutuskan kalau tidak perlu membalik ulos yang terpasang di mimbar
itu.
Menurut
logika saya, tulisan itu memang dibuat bolak-balik karena penggunaannya untuk
disampirkan di bahu. Ketika digunakan, akan terbaca tulisan horas dari depan
maupun dari belakang orang yang mengenakannya. {ST}