Pada
tanggal 19 Desember 2016 yang lalu, Pemerintah RI mengeluarkan uang rupiah
baru. Ada 7 mata uang kertas, dan 4 mata uang logam. Ada gambar pahlawan di
setiap mata uang itu. Gambar pahlawan-pahlawan itu berbeda dengan yang
sebelumnya, kecuali Soekarno – Hatta, para proklamator.
Lembaran
uang kertas yang warnanya mirip dengan uang sebelumnya itu sekilas agak mirip
dengan beberapa mata uang asing, misalnya yuan dan riyal. Kemiripannya itu
membuat isu tersendiri di masyarakat. Saya tidak mau mencatatnya karena isu itu
sangat konyol.
Ada 12 orang
pahlawan yang gambarnya menghiasi uang baru ini, yaitu:
1. Dr Ir Soekarno (proklamator
kemerdekaan RI, Presiden Pertama RI)
2. Drs Mohammad Hatta (proklamator kemerdekaan
RI, Wakil Presiden Pertama RI)
3. Ir H Djuanda Kartawidjaja (pengukuh
kedaulatan Indonesia)
4. Letjen TNI TB Simatupang (pelindung
kemerdekaan Indonesia)
5. Dr Tjipto Mangunkusumo (pendiri Tiga
Serangkai)
6. Prof Dr Ir Herman Johannes (pelindung
paripurna Indonesia)
7. Mohammad Hoesni Thamrin (perintis
revolusi kemerdekaan Indonesia)
8. Tjut Meutia (pejuang kemerdekaan
Indonesia dari era kolonial Belanda)
9. Mr I Gusti Ketut Pudja (Tokoh penentu
NKRI)
10.Dr GSSJ Ratulangi (gubernur pertama
Sulawesi)
11. Frans Kaisiepo (pahlawan kemerdekaan
Indonesia)
12. Dr KH Idham Chalid (guru besar
Nahdatul Ulama)
Wajah-wajah
pahlawan di lembaran uang ini memang ada beberapa yang tidak terlalu familiar.
Misalnya saja Frans Kaisiepo dari Papua. Wajah khas Indonesia timurnya itu
menghiasi mata uang Rp 10.000. Raut wajah seperti pahlawan yang satu ini memang
jarang terlihat di daerah bagian barat.
Saya sangat prihatin karena banyak orang yang
merendahkan pahlawan ini karena wajahnya. Ada juga yang menganggap beberapa
pahlawan sebagai orang “k*f*r”. Yang namanya pahlawan nasional, sudah pasti
jasanya diakui secara nasional. Jasanya sudah pasti lebih besar dibandingkan
para pencela yang malas itu. Mengapa saya bilang malas? Kalau memang tidak tahu
jasanya, kan, bisa cari tahu. Apalagi di era sekarang, mencari informasi sangat
gampang. Malas plus arogan jadinya ya seperti itu. Miskin karya tetapi
sesumbar. Semacam tong kosong yang nyaring bunyinya. Yang dikeluarkan adalah
nista dan fitnah.
Prihatin saja tidak cukup, saya juga turut dalam
petisi yang menuntut seorang pencela pahlawan itu ditindak secara hukum. Saya
secara rutin memantau perkembangan petisi ini. Semoga saja penista pahlawan itu
segera diproses hukum dan mendapat ganjaran yang setimpal.
Saya jadi membayangkan, bagaimana jadinya jika para
penista pahlawan itu mendapatkan segepok uang baru bergambar para pahlawan yang
mereka nista? Apakah mereka akan membuangnya? Ataukah mereka tetap
menggunakannya? {ST}