Suatu malam,
setelah nongkrong bersama teman-teman di sebuah kedai
kopi, saya memilih pulang menggunakan kendaraan yang dipesan menggunakan
aplikasi online. Demikian pula dengan teman-teman saya yang lain. Kami mengeluarkan telepon genggam kami
masing-masing dan mulai memesan.
Pesanan saya yang pertama kali mendapatkan respon. Mobil yang
saya pesan itu diperkirakan baru 8 menit lagi tiba di tempat saya berada.
Namun, pengemudi itu kemudian membatalkan pesanan saya. Mungkin dia punya
pertimbangan lain sebelum melakukan perbuatan yang sebenarnya merugikannya
sendiri itu. Membatalkan pesanan pelanggan akan memberi pengaruh buruk pada
kinerjanya. Anehnya, dia kemudian mengambil pesanan teman yang duduk di samping
saya. Padahal tempat menjemputnya sama.
Setelah itu, saya kembali memesan kendaraan. Setelah beberapa
lama, muncul nama yang mirip nama saya. Namanya Anna, nama seorang perempuan. Saya
sempat mengerutkan kening sambil melirik jam tangan saya. Saya tahu memang ada
cukup banyak pengemudi transportasi online yang perempuan, namun biasanya
mereka tidak beredar di malam hari apalagi menjelang tengah malam seperti ini.
Keheranan saya makin bertambah saat melihat fotonya. Di fotonya, terlihat
seorang perempuan setengah baya. Tante-tante gitu,
deh.
Saya langsung berjalan ke luar kedai kopi saat terlihat
petunjuk bahwa pengemudi itu telah tiba. Saya mencari-cari sejenak, kemudian menemukannya. Saya duduk di kursi
depan, di samping pengemudi. Entah mengapa, saya selalu memilih duduk di
samping pengemudi perempuan. Keheranan saya makin bertambah besar. Tante itu
terlihat lebih tua daripada fotonya. Dapat dikatakan oma-oma gitu, deh.
Ibu itu (atau tante itu, atau oma itu?) terlihat lelah. Saya
agak khawatir kalau dia sampai mengantuk. Saya mengajaknya ngobrol. Biasanya
saya malas ngobrol dengan pengemudi. Dari hasil obrolan itu, saya tahu bahwa
ibu itu sudah menjalani profesi pengemudi online sekitar setahun. Ia sengaja
keluar di siang atau sore hari karena katanya kalau keluar pagi malah lebih
capek. Ibu itu tinggal di daerah Jakarta Barat, yang saya tahu sebagai
perumahan yang cukup elit. Setiap harinya ia bekerja sekitar enam sampai 8 jam. Sebagai pengemudi
transportasi online, tentunya ia harus paham teknologinya.
Dia terlihat cukup fasih menggunakan teknologi GPS dan
mengikuti petunjuknya. Namun saya tetap saja menunjukkan jalan pulang. Sepanjang
perjalanan itu, saya beberapa kali melirik ke arah ibu itu. Ada saatnya saya
merasa prihatin karena sudah seusia itu masih berkeliaran mengemudikan mobil
menjelang tengah malam. Ada kalanya saya waswas karena sepertinya dia tidak
terlalu cakap dalam mengemudi. Kecepatannya mengemudi tidak stabil. Kadang
cepat, kadang lambat. Mesinnya pun sempat mati saat di belokan. Bikin deg-degan saja. Sampai rasanya saya ingin mengambil alih
kemudinya.
Petunjuk GPS mulai tidak bisa dipercaya saat memasuki
kompleks perumahan di saat malam hari. Saat itu, banyak jalan yang diportal.
Saat itulah saya memberikan petunjuk jalan dengan cermat ke rumah kami. Kami
dapat tiba di rumah dengan cepat. Selain mengucapkan terima kasih, saya juga
berpesan supaya ibu itu hati-hati di jalan. Saya harap dia langsung pulang ja ke rumah
setelah mengantarkan saya.
Setiba di rumah, saya masih
kepikiran dengan ibu itu. Dari tampilannya, dan dari ceritanya, sepertinya dia
(pernah) cukup berada. Entah apa motivasinya menjadi pengemudi transportasi
online. Entah untuk mencari nafkah, atau hanya sekedar mengisi waktu luang.
Semoga saja dia selalu diberi keselamatan sepanjang menjalankan pekerjaannya. {ST}