Sudah sejak tahun 1970-an di
Tiongkok diberlakukan kebijakan 1 anak dalam 1 keluarga. Kebijakan itu diambil
pemerintah karena banyaknya penduduk negeri ini. Itu baru yang menjadi warga
negaranya, yang tinggal di Tiongkok. Kalau dihitung dengan orang-orang
keturunan Tionghoa di seluruh dunia, jumlahnya akan menjadi sangat banyak.
Kebijakan 1 anak 1 keluarga ini
membawa dampak sampingan, terutama pada anak-anak perempuan. Menurut budaya
Tiongkok, anak laki-laki memang bernilai lebih dibandingkan dengan anak
perempuan. Anak laki-laki adalah pembawa nama keluarga. Tak heran kalau hampir
setiap keluarga di Tiongkok mengharapkan anak laki-lakilah yang akan mereka miliki.
Harapan itu menjadi sangat besar karena kebijakan 1 anak 1 keluarga itu.
O ya, saya menuliskan Tiongkok,
bukan Cina atau China. Bukan berarti itu sesuatu yang berbeda. Maksudnya sih
sama aja. Tiongkok adalah penyebutan resmi di negeri kita ini. Saya pernah
membacanya. Seorang teman saya juga pernah menuliskannya di media anak tempat
kami numpang berkarya.
Dalam masa-masa pertumbuhan saya,
saya dibuat berkali-kali bersyukur karena tidak dilahirkan di Tiongkok. Sebagai
anak perempuan dalam keluarga, memang ada sedikit pembedaan oleh orang tua bila
dibandingkan dengan apa yang diberikan kepada kakak laki-laki saya. Namun, saya
masih tetap terpelihara dan mendapatkan fasilitas yang cukup sampai tumbuh
dewasa. Bayangkan kalau saya lahir di Tiongkok, mungkin saya tidak akan pernah
sekolah atau malah menjadi penghuni panti asuhan.
Kebijakan 1 anak 1 keluarga itu
benar-benar dijalankan di Negeri Tirai Bambu itu. Semua orang kabarnya harus
menaati kebijakan ini. Tidak ada orang penting, orang kaya, ataupun kerabatnya
orang penting dan orang kaya yang bisa menentangnya. Kalau sampai kejadian
sebuah keluarga memiliki lebih dari 1 anak, maka akan kena denda atau bayinya
akan diaborsi paksa. Hiii….
Ada juga yang kabarnya sengaja
membiarkan anak perempuannya tidak terpelihara sampai meninggal. Dengan
demikian mereka memiliki kesempatan untuk memiliki anak baru. Tentu saja yang
diharapkan anak yang akan lahir itu adalah laki-laki. Entah disengaja atau
tidak, hampir di seluruh negeri ini kebanyakan keluarga memiliki anak
laki-laki. Jumlah anak laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan anak
perempuan.
Kebanyakan orang yang mampu, akan
keluar dari tanah airnya. Mereka bermigrasi yang mencari penghidupan yang baru
di tanah yang baru. Di tempat baru ini, pemerintah tidak membatasi jumlah anak.
Mungkin malah mereka sendiri yang membatasinya karena berbagai alasan.
Akhir tahun 2015 ini, pemerintah
Tiongkok secara resmi mencabut kebijakan 1 keluarga 1 anak itu. Setelah 30
tahun lebih, anak-anak yang lahir dalam masa kebijakan itu telah tumbuh dewasa.
Sudah waktunya untuk mendapatkan pasangan. Sayangnya saat ini jumlah perempuan
yang sebaya tidak sama banyaknya. Jomplang. Jumlah penduduk laki-laki jauh
lebih banyak. Angkatan kerja pun menyusut jumlahnya. Itulah yang membuat
pemerintahnya mengubah kebijakan 1 anak 1 keluarga itu. Kali ini kebijakannya
menjadi 2 anak 1 keluarga. Hampir-hampir mirip dengan program KB yang ada di
Indonesia. {ST}