Omahkebon,
sebuah guesthouse di Kampung Seni
Nitiprayan ini sudah lama beredar di ruang dengar saya. Guesthouse milik Kak
Sondang ini memang cukup sering menjadi bahan perbincangan kami. Aulanya yang
belum jadi itu digosipkan akan menjadi tempat istimewa untuk acara istimewa.
Naik Taksi
Perjalanan
kami dari penginapan ditempuh dengan taksi. Tentu saja kami harus mengatakan
tujuan kami mau ke mana. Petunjuk yang kami dapat, Omahkebon berada di
Nitiprayan. Maka alamat inilah yang kami sampaikan kepada supir taksi. Supir
taksi kemudian menanyakan beberapa petunjuk lain yang (tentu saja) menggunakan
arah timur, barat, selatan dan utara. Daripada bingung, lebih baik langsung
menghubungi pemilik Omahkebon.
Panji Amabar Pasir
Kesempatan
untuk berkunjung ke Omahkebon adalah kesempatan yang istimewa. Apalagi pada
kunjungan kali ini juga ada pertunjukan berjudul Panji Amabar Pasir.
Pertunjukan ini sungguh luar biasa. Yang membuatnya luar biasa adalah tempat
pementasannya. Tempat pentasnya berpindah-pindah, mulai dari tempat pembuatan
batu bata di sebelah depan, bangunan yang belum jadi, tanah lapang, sampai
dengan di sawah.
Panji
Amabar Pasir yang mengisahkan tentang sebuah keluarga bertransmigrasi ke Kalimantan.
Lakon ini diperankan oleh Kalanari Theatre Movement yang dibentuk oleh
keinginan untuk menjadikan teater bukan semata sebagai pencipta pertunjukan
atau sekedar melakukan kerja artistik, namun juga mengemban visi dan misi
mengembangkan kebudayaan masyarakat dengan mengutamakan nilai-nilai
kemanusiaan.
Hampir
keseluruhan pertunjukan teater ini menggunakan bahasa Jawa, baik dalam dialognya,
maupun dalam tembangnya. Awalnya sempat nggak mudeng juga. Lama-lama, jadi
ngerti sendiri. Entah itu karena panggilan darah leluhur yang berasal dari
tanah Jawa, atau karena mengartikan sendiri. Dalam urusan seni, boleh-boleh
saja, kan, mengartikan sendiri.
Mengikuti Mas Pembawa Lampu
Adegan yang berpindah-pindah membuat fokus penonton juga berpindah-pindah, kadang dekat, kadang jauh. Di awal-awal pertunjukan, saya belum bisa menikmati pertunjukan dengan baik. Kadang-kadang orang yang ada di depan saya sangat tinggi dan tebal (lemu maksudnya), dan tidak transparan. Tentu saja adegannya tidak terlihat sama sekali. Saya harus berpindah posisi untuk bisa mendapatkan sudut pandang lain. Sempat terpikir juga untuk naik ke atas pohon seperti Zakeus dari abad pertama Masehi itu.
Ranting Hidup
Salah satu hal yang saya kagumi dari pertunjujan ini adalah ranting hidupnya. Jalan cerita yang mengisahkan keluarga yang bermigrasi ke Kalimantan yang penuh hutan digambarkan dengan ranting-ranting yang melekat di badan para pelakon. Tampilannya sangat menakjubkan dan keren. Saya sudah mengaguminya sejak mereka latihan di sore hari. Saat pertunjukannya, lebih keren lagi. Lihat aja fotonya!
Salah satu hal yang saya kagumi dari pertunjujan ini adalah ranting hidupnya. Jalan cerita yang mengisahkan keluarga yang bermigrasi ke Kalimantan yang penuh hutan digambarkan dengan ranting-ranting yang melekat di badan para pelakon. Tampilannya sangat menakjubkan dan keren. Saya sudah mengaguminya sejak mereka latihan di sore hari. Saat pertunjukannya, lebih keren lagi. Lihat aja fotonya!
Setelah
pertunjukan selesai, pendukung acara dan penonton tidak langsung bubar. Masih
ada acara selanjutnya, yaitu diskusi di pendopo Omahkebon. Diskusi ini juga
menandakan kalau pementasan ini belum berakhir. Panji masih akan berkembang
lagi, dan terus berkembang, kata Ibed Surgana Yuga, sang sutradara.
Dalam
diskusi ini, mereka juga berbagi cerita tentang perjuangan mereka mewujudkan
pertunjukan ini. Latihan yang dilakukan di alam terbuka membuat mereka sedikit
tergantung pada cuaca. Inovasi dan perubahan dilakukan terus menerus. Proses
masih terus berjalan sampai saat-saat terakhir mereka mentas. {ST}
Berita Panji Amabar Pasir di Bobo Online: