Dalam
sebuah kesempatan, saya berkunjung ke sebuah pantai di daerah Banten. Pantai
ini namanya Tanjung Pasir. Kunjungan itu sekalian dengan kunjungan ke
penangkaran buaya yang juga berlokasi di daerah itu.
Dari namanya, saya membayangkan
pasir putih dan pantai yang luas karena berada di tanjung. Saya tetap
bersemangat walaupun panas terik matahari sangat menyengat. Semangat itu makin
bertambah karena di tempat itulah kami akan menyantap makan siang kami. Saat
itu jam 2 siang, lapar sudah pasti datang menghampiri perut seluruh rombongan.
Setelah menyantap makanan di warung
pinggir pantai, kami berjalan-jalan ke pantai. Panas terik tidak menyusutkan
minat kami. Angin sepio-sepoi dari arah laut seakan-akan memanggil minta
didatangi. Dengan bersemangat dan setengah berlari kami menuju laut. Semangat
itu kemudian disambut oleh…hamparan sampah.
Pantai yang terletak di provinsi
pimpinan Bu Atut ini sangat penuh oleh sampah. Penampilan pantai sampah ini
makin lengkap lagi dengan adanya pemulung yang tak henti-hentinya memungut
barang di sekitarnya. Bapak pemulung ini panen. Selalu ada yang bisa dipungut
setiap kali dia melangkahkan kakinya.
Rasanya prihatin juga, di pantai
yang letaknya tidak terlalu jauh dari bandara internasional yang megah ini,
keadaannya sangat tidak terawat. Rumah masyarakat di sekitar situ sangat
memprihatinkan, bentuknya seperti gubuk dan kotor. Lebih memprihatinkan lagi
karena gubernur dan keluarganya hidup berlimpah ruah harta. Mereka sangat kaya
harta, sedangkan rakyatnya… {ST}