Sungai
Kahayan dulunya menjadi sarana transportasi utama bagi penduduk yang tinggal di
tepiannya, termasuk para leluhur saya. Sungai ini menjadi bagian dari kehidupan
mereka. Sejak adanya jalan darat, transportasi lewat sungai sudah berkurang.
Hampir semua desa di tepian Sungai Kahayan dapat dicapai melalaui jalan darat.
Pada
saat mengunjungi kampung halaman Papah di bulan Januari 2017, kami menempuh
jalan darat. Hanya sedikit saja bagian sungai yang kami rasakan, yaitu saat
menyeberang dengan feri untuk memperpendek jarak tempuh.
Menyeberangi
sungai itu sebenarnya dapat dilakukan lewat jembatan. Untuk mencapai jembatan itu,
kami harus memutar dulu. Saudara saya yang menyetir menyarankan sebaiknya kami menyeberang
dengan feri saja karena lebih hemat waktu dan juga bahan bakar.
Feri
yang kami tumpangi itu tidak seperti feri yang ada di perairan sekitar Pulau
Jawa. Hmmm…. Sebenarnya saya tidak yakin benda itu dapat dikatakan feri atau
tidak. Dari bentuknya, terlihat sudah tua. Mungkin feri itu adalah peninggalan
masa silam, saat transportasi sungai sedang jaya.
Bentang
Sungai Kahayan tidak terlalu lebar, hanya perlu waktu tidak sampai 15 menit
untuk sampai ke seberang. Perjalanan menyeberang itu kami gunakan untuk
berbincang-bincang dan berfoto bersama. {ST}