Ketika
berkunjung ke suatu daerah, tentu saja kita akan mencari sesuatu yang menarik
dari tempat tersebut. Begitu pula ketika saya melangkahkan kaki di kota Tanjung
Pandan, di Pulau Bangka. Kunjungan saya kali itu sebenarnya hanya transit. Saya
dan teman-teman mau menuju ke Pulau Belitung, pulau indah yang menjadi lokasi
pembuatan film Laskar Pelangi.
Ketika waktu makan malam datang,
saya dan teman-teman keluar dari penginapan dengan berjalan kaki. Kami mencari
makanan khas daerah ini. Setelah kekenyangan makan, kami melangkahkan kaki
untuk melihat keindahan kota ini di kala malam.
Lapangan Merdeka adalah tujuan kami.
Tujuan ini menjadi perhatian kami karena kabarnya di tempat inilah warga kota
berkumpul. Aneka hiburan bisa didapatkan di tempat ini. Saya membayangkan
tempat ini sebagai alun-alun, lapangan luas tempat berkumpulnya masyarakat
seperti di kebanyakan kota di Pulau Jawa.
Perjalanan ke Lapangan Merdeka cukup
melelahkan. Kelelahan itu masih ditambah dengan belum tahunya lokasi persis
lapangan itu. Kami masih bertanya-tanya di jalan. Ada beberapa orang yang
bahkan tidak tahu kalau lapangan itu bernama Lapangan Merdeka.
Ketika tiba di Lapangan Merdeka,
keramaian ternyata tidak seperti yang saya duga. Hanya ada beberapa orang yang
ada di sekitar lapangan. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang. Orang yang
berwisata dan bersantai hanya sekitar 3 rombongan, termasuk rombongan kami.
Di kegelapan, terlihat cahaya remang
dari arang yang membara. Saya penasaran dengan yang ini. Cahaya remang itu
jelas terlihat bukan berasal dari lampu atau lilin, tapi dari bara. Ternyata
bara itu digunakan untuk shisha, “rokok” khas Timur Tengah yang menggunakan
pipa dan wadah kaca. Entah bagaimana muasalnya ada shisha di tempat ini.
Beberapa penjual shisha juga
menawarkan shisha kepada rombongan kami. Saya yang biasanya selalu tergoda
untuk mencoba, kali ini tidak berminat. Saya hanya mengamati orang-orang yang
menikmati “rokok”nya secara bergantian itu. Sebelumnya, saya sudah pernah
mencoba shisha rasa buah-buahan. Namun, saya kurang menikmati kegiatan ini.
Shisha juga mengingatkan saya pada bong, sesuatu yang membuat beberapa teman
saya harus kehilangan kesehatan dan kewarasannya. Mungkin karena itu pulalah
saya tidak berminat ketika ditawarkan shisha di tempat yang terkenal akan
mie-nya. {ST}