“A smile is the best make up”, adalah
ungkapan yang pernah saya dengar entah di mana. Saya sudah lupa kapan dan di mana
tepatnya saya dengarkan ungkapan itu. Namun, saya tidak pernah lupa akan ungkapan
ini. Itu karena saya sangat setuju pada ungkapan ini. A smile is the best make
up.
Menurut
saya, orang yang ganteng atau cantik itu adalah orang yang tersenyum. Tidak
hanya terkait dengan ciri fisik tertentu seperti yang dicitrakan oleh dunia
model. Rambut panjang, kulit terang dan kaki jenjang bukan menjadi prioritas
bagi saya untuk menilai kecakepan seseorang.
Rasanya
saya juga sering ikut tersenyum ketika melihat foto orang tersenyum. Senyum
memang ajaib. Saya juga berusaha untuk tersenyum di pagi hari ketika bangun
tidur. Senyum pagi menjadi bertambah mudah ketika melihat pantulan wajah di
cermin. Saya juga sering menggunakan emoticon senyum J.
Ketika
membuat tulisan tentang profil seseorang, biasanya saya juga memilih foto orang
yang tersenyum. Namun ternyata tidak semua orang berpendapat dengan saya. Dalam
sebuah komunitas di mana saya menjadi bagiannya, foto dokumentasi sering
terpusat pada seorang penari yang selalu cemberut. Mungkin wajah penari ini
cantik dan menarik bagi banyak orang, termasuk fotografernya. Hampir semua
fotonya tidak ada artinya bagi saya. Cemberut semua. Saya juga menyayangkan
waktu yang terbuang untuk memotret si penari cemberut.
Sepertinya,
hampir semua orang sebenarnya ingin tersenyum, namun kenyataan berkata lain.
Kenyataan hidup yang kadang tidak menyenangkan membuat orang tidak selalu dapat
tersenyum. Tak jarang, senyuman dijadikan sebuah komoditi. Lihat saja di
beberapa perusahaan yang menjual jasa, seperti di bank, SPBU atau restoran,
senyum dijadikan sebagai nilai jual. {ST}