Hari Kamis tanggal 13 Oktober 2016,
rakyat Thailand berduka atas wafatnya Raja Bhumibol Adulyadej. Raja yang telah
bertakhta selama 70 tahun ini dikenal sangat dicintai dan dihormati oleh
rakyatnya.
Saya dapat menuliskan namanya dengan
ejaan yang benar karena pernah menghapalkannya bertahun-tahun yang lalu. Saat
masih duduk di sekolah dasar, salah satu pelajarannya adalah menghapalkan
nama-nama kepala negara, terutama di ASEAN. Menghapalkan kepala negara Thailand
cukup mudah karena tidak pernah berganti selama bertahun-tahun saya sekolah di
SD. Bayangkan saja, ia sudah bertakhta selama 70 tahun, sebelum saya lahir.
Bahkan sebelum ibu saya lahir.
Saya cukup terkesima ketika melihat
berita wafatnya Raja Bhumibol. Di depan rumah sakit tempat perawatan terakhirnya,
banyak sekali rakyat yang berkumpul dan mengungkapkan dukacitanya. Tangisan dan
teriakan mereka menandakan bahwa kesedihan itu sangat mendalam. Seakan-akan
kehilangan anggota keluarga terdekat.
Raja Bhumibol memang sangat
dihormati di negaranya. Penghormatan itu bukan hanya karena dia adalah raja.
Penghormatan itu juga diberikan tanpa paksaan karena kepribadian sang raja.
Raja Bhumibol terkenal sangat berwibawa, ramah, dan pembawaannya tenang.
Kharismanya dapat membuat pihak-pihak yang bertikai di negaranya menjadi
berdamai.
Thailand bukanlah negara yang selalu
tenang. Negara ini berkali-kali mengalami kudeta militer. Dalam artikel yang
saya baca, selama pemerintahan Raja Bhumibol, militer Thailnad telah melakukan
kudeta selama 18 kali. Yang dikudeta adalah perdana menterinya, sementara
takhta sang raja tidak tergoyahkan selama bertahun-tahun.
Saking seringnya kudeta di Thailand,
saya sudah tidak ingat lagi kapan saja kejadiannya dan apa penyebabnya. Namun
ada 1 yang saya ingat. Bertahun-tahun yang lalu, pernah ada kudeta militer yang
dilakukan oleh seorang jenderal. Jenderal ini kemudian dipanggil ke istana oleh
sang raja. Ia kemudian menghadap raja dengan berjalan jongkok, seperti layaknya
rakyat jelata. Saya melihatnya di siaran TV. Raja Bhumibol kemudian memintanya
untuk menyerahkan kekuasaan yang didapatnya dari kudeta. Jenderal ini kemudian
menuruti perintah raja tanpa ada perlawanan. Tentunya ini tidak akan terjadi
apabila sang raja tidak memiliki pengaruh yang kuat.
Kecintaan rakyat terhadap monarki
kerajaan makin hari makin berkurang. Cukup banyak orang yang tidak lagi
menghendaki negerinya dipimpin secara keturunan. Saya termasuk salah satunya.
Saya sangat bersyukur terlahir di Indonesia yang demokratis ini. Keturunan
orang yang hebat belum tentu hebat. Cukup banyak kerajaan yang menemui
kehancurannya karena dipimpin oleh orang yang tidak terlalu berbakat memimpin
dan tidak mau menggunakan otaknya dengan baik. Entah apa yang akan terjadi
Thailand kelak. {ST}