Selalu ada pohon belimbing tunjuk di
setiap rumah yang kami tempati. Pohon yang buahnya asam ini selalu ada di rumah
keluarga kami. Pohon ini juga turut mengisi keseruan masa kecil saya di
Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Pohon belimbing tunjuk juga ada di
depan rumah yang saya tinggali saat ini.
Saat mengunjungi rumah leluhur saya
di Yogyakarta, saya tersenyum sendiri di depan pagarnya. Di depan rumah tua itu
berdirilah pohon belimbing tunjuk yang kelihatannya sudah tua. Sangat tua
tepatnya. Batangnya mengkerut dan wananya gelap. Berbeda dengan pohon yang ada
di depan rumah saya. Saya langsung mengenali pohon itu dari daun dan buahnya.
Rumah di Yogyakarta itu adalah rumah
ayahnya Eyang, namanya Bapak Martowijoyo. Saya tidak pernah mengenalnya secara
pribadi. Kami terpisah sejauh 4 generasi, namun darahnya mengalir dalam diri
saya. Dari seorang bapak yang tinggal di rumah ini, lahirlah sebuah paguyuban
Trah Martowijoyo. Saat ini keturunannya sudah menyebar ke seluruh dunia.
Sepertinya penyebaran itu juga turut menyebarkan belimbing tunjuk.
Kami sekeluarga pernah berfoto
bersama di depan rumah tua itu. Saya kemudian mengirimkannya ke group Whats App
yang beranggotakan trah kami. Seorang pakde mengenali pohon tua itu. Menurutnya
pohon itu sudah ada sejak dia kecil. Umurnya sudah puluhan bahkan mungkin
ratusan tahun. Pakde saya itu usianya lebih tua dari bapak saya yang lahir di
tahun yang sama dengan proklamasi negara kita.
Melihat pohon belimbing tunjuk itu,
saya jadi menduga-duga tentang sejarah belimbing tunjuk di keluarga kami. Sudah
dapat diduga bahwa Eyanglah yang membawa tradisi menanam pohon belimbing tunjuk
itu. Tak lama setelah menikah, Eyang pindah ke Kalimantan, daerah asal
suaminya. Kemudian Eyang menanam pohon belimbing tunjuk di rumah yang
ditinggalinya itu.
Entah disadari atau tidak, menanam
pohon belimbing tunjuk kemudian diikuti oleh anaknya, ibu saya. Maka jadilah di
rumah kami ada pohon belimbing tunjuk. Dapat dikatakan ini semacam tradisi
keluarga. Kami menanamnya sebagai peringatan akan rumah leluhur kami, bukan
karena pohon ini (katanya) adalah pembawa hoki. {ST}