Saya baru satu kali ketinggalan
pesawat. Pengalaman ini sangat menguras emosi. Saya harap ini adalah kali
pertama dan terakhir untuk ketinggalan pesawat. Kapok!
Ketinggalan pesawat kali ini karena
perhitungan waktu yang kurang cermat dan juga ada insiden bus mogok. Ceritanya
dapat dibaca di postingan di bawah ini.
Baca juga: Bus Damri
ke Bandara yang Mogok
Saat jadwal penerbangan makin dekat
(atau sudah lewat), saya diminta untuk datang ke customer service. Di sini saya masih meminta tolong untuk dapat
ikut terbang. Setelah tahu bahwa itu tidak mungkin, maka saya meminta untuk
dijadwalkan pada penerbangan berikutnya.
“Kalau itu mbaknya harus bayar biaya
tiket lagi,” kata petugas itu.
“Kalau itu, sih, bukan dijawalkan
lagi namanya,” tanggap saya sewot.
“Ada pengembalian 10 persen, kok.
Tapi kalau ditambah beli tiket barunya harganya ya hampir sama saja,” kata
petugas berdandan menor itu. Dia sepertinya bosan dengan pekerjaannya.
Saya terus terang saja tidak terlalu
suka menerima kabar itu. Namun, saya tetap berusaha sopan walaupun nyaris tak
tahan menghadapi petugas itu.
“Apa tidak ada solusi lain?” desak
saya.
“Ya cuma itu. Lagian, kan, mbak yang
salah terlambat datang,” jawabnya lagi dengan lebih serius.
Kali ini saya betul–betul tidak tahan. Walaupun
saya tahu bahwa saya terlambat datang, petugas customer service tidak
seharusnya berbicara seperti itu. Sebenarnya dia dapat menyampaikannya dengan
lebih baik, kok, kalau mau. Mungkin yang seperti ini dapat diadukan karena
melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, ya. Kalau memang tidak mampu
menangani customer dengan cara yang baik sebaiknya tidak bekerja di bagian
customer service.
Saya tinggalkan loket dan si mbak
menor itu. Saya tidak dapat berpikir jernih karena marah. Saya juga merasa
tertekan karena seharusnya saya berangkat bersama beberapa teman dan saya yang
menjadi pemandunya. Saya menelpon adik–adik
saya untuk menenangkan diri. Syukurnya, mereka punya solusi untuk masalah saya.
Mereka membantu saya mencari penerbangan dari maskapai lain.
Penerbangan dengan maskapai lain
ternyata sudah tidak ada tempat lagi. Akhirnya saya tetap menggunakan maskapai
yang sama. Jadwal penerbangannya selisih 8 jam dari jadwal sebelumnya. Kali ini
saya tidak akan terlambat karena saya tidak meninggalkan bandara. Saya bahkan
tidak meninggalkan ruang tunggu selagi menunggu penerbangan yang kedua itu.
Sekali lagi, saya kapok ketinggalan pesawat. {ST}