Saya
mengenal rujak cingur pertama kali ketika saya masih kecil dulu. Rujak cingur
adalah dagangan yang dijajakan berkeliling di Palangkaraya. Makanan khas Madura
itu dijual oleh pendatang dari Madura dengan cara dijunjung di atas kepala.
Sebagai penanda keberadaan, penjual rujak cingur yang umumnya ibu-ibu itu akan
berteriak “Pencooookkk”.
Pencok
adalah sebutan untuk rujak di daerah Palangkaraya. Sebutan ini entah berakar
dari bahasa Banjar atau Madura, saya juga kurang memahaminya. Yang jelas, aneka
rujak akan disebut dengan pencok. Pencok buah dan pencok cingur.
Ketika saya
pindah ke Jakarta, kata pencok sudah tidak sering lagi saya gunakan. Walaupun
sebutannya agak berbeda, namun saya tetap selalu suka rasanya. Saya selalu suka
rujak. Baik rujak buah, juga rujak cingur.
Petis Hitam
Yang menjadi
ciri khas rujak cingur, selain ada cingurnya, juga petis hitamnya. Petis hitam
ini adalah saos rujaknya. Selebihnya, rujak cingur berisi lontong (atau
ketupat), kangkung, kacang panjang, tempe, tahu, kentang rebus, jagung, tauge,
dan tentu saja cingurnya. Cingur atau bagian hidung sapi yang kenyal itulah
yang memberi nama pada makanan ini.
Rujak Cingur di Kelapa Gading
Selama
tinggal di Jakarta, saya hanya menemukan 2 tempat yang menjual rujak cingur
yang enak. Kedua-duanya di daerah Kelapa Gading. Yang pertama ada di foodcourt
Kelapa Gading Mall I. Yang kedua ada di pelataran apartemen di Kelapa Gading.
Di kedua tempat itu, kalau soal rasa, rujak cingurnya sama enaknya. Kalau soal
harga, tentu saja lebih murah yang di pelataran apartemen. {ST}