Ana

Tampilkan postingan dengan label Pemilu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemilu. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 April 2019

Hari-Hari Menjelang Pemilu 2019




            Hari-hari menjelang Pemilu 2019 terasa cepat sekaligus lambat. Terasa lambat bagi yang menantikan datangnya pemilu tanggal 17 April 2019 itu. Terasa cepat bagi yang belum menyelesaikan urusan menjelang pemilu, misalnya kampanye.

            Hari-hari menjelang pemilu dinobatkan sebagai hari tenang, tidak boleh ada kampanye. Hari tenang itu dimulai sejak hari Minggu, 14 April 2019. Sehari sebelumnya, Sabtu 13 April 2019 adalah kampanye terakhir.

            Pada masa tenang itu, semua alat peraga kampanye harus dilepas. Daerah-daerah umum harus dibersihkan dari semua alat peraga kampanye baik itu untuk calon presiden, calon legislatif, dan juga partai-partai pendukungnya.

            Saya sangat senang di masa tenang ini. Akhirnya lingkungan saya kembali bersih dari spanduk dan poster para caleg yang bertebaran tanpa aturan. Namun, ketenangan itu tidak terlalu berlaku di dunia maya. Masih saja banyak orang yang kampanye di masa tenang ini. Kebanyakan kampanye hitam. Beberapa di antaranya ada yang mampir di telepon genggam saya juga. Berita-berita ini kebanyakan tidak saya baca. Ada juga yang saya baca asal-asalan saja. Pada akhirnya, saya membuang semua berita tentang kampanye hitam itu.

            Tanggal 17 April yang jatuh di hari Rabu itu disambut gembira oleh orang-orang yang merindukan libur. Libur itu berlanjut lagi pada hari Jumat yang bertepatan dengan Jumat Agung. Artinya ada 2 hari libur yang berdekatan. Banyak yang mengambil kesempatan ini untuk berlibur ke luar kota. {ST}

Kamis, 19 Juni 2014

Survei Pemilu




            Ketika diadakan pemilihan langsung oleh rakyat, banyak hasil survei yang dipublikasikan di media. Hasil survei ini beredar sebelum hasil pemilihan didapatkan. Hasil survei juga beredar dengan marak sebelum pemilihannya dimulai, terutama saat kampanye. Dari hasil survei ini, kita bisa mendapatkan gambaran untuk hasil yang akan diperoleh kelak.
            Data yang didapat melalui survei memang sangat berguna bila mendekati keadaan sebenarnya. Namun, ada kalanya hasil survei meleset jauh dibandingkan dengan hasil pemilihan suaranya. Hal ini membuat banyak orang yang meragukan lembaga survei.
            Saya pernah membaca sebuah artikel, bahwa untuk mengadakan sebuah survei dengan responden 1000 orang, harganya adalah Rp 200 – 300 juta. Suatu hal yang menggiurkan bila melihat banyaknya pilkada di negeri ini. Tak heran banyak orang pula yang kemudian mendirikan perusahaan survei. Perusahaan survei bertumbuh bersama dengan bertumbuhnya demokrasi di Indonesia.
            Saat ini, beberapa hari menjelang pemilihan presiden secara langsung. Hasil survei dari banyak lembaga mengemuka. Dengan pemilihan yang hanya diikuti oleh 2 kandidat, sudah pasti kue jajak pendapat hanya terbagi 2 itu. Kalaupun ada bagian lain, bagian orang yang abstain, bisa dianggap tidak dihitung.
            Hasil survei ini berbeda setiap harinya, tergantung kepopuleran para capres dan cawapres. Saya kadang-kadang bingung juga, bagaimana mereka bisa mendapatkan data yang bisa berubah dengan cepatnya. Apakah dengan menggunakan teknologi komunikasi? Entahlah.
            Pertanyaan lainnya adalah siapa saja yang menjadi responden dari survei itu? Kalau survei yang diadakan di negeri ini ratusan bahkan ribuan, pasti respondennya jauh lebih banyak lagi. Dengan metode apakah mereka mendapatkan datanya? Apakah mereka menanyakan langsung dengan mewawancarai? Siapa sajakah mereka? Apakah semua responden itu bisa dianggap mewakili pemilih di daerah tersebut? Apakah saya akan berhenti bertanya-tanya?
            Saya sepertinya tidak akan berhenti bertanya-tanya tentang hal ini. Saya akan mencari jawabannya dengan cara seksama namun tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Saya akan mencarinya ketika ada waktu luang, kalau ada. {ST}

Senin, 16 Juni 2014

Debat Capres 15 Juni 2014




            15 Juni 2014 adalah hal yang dinanti-nantikan oleh banyak orang. Pada hari Minggu malam akan diadakan debat capres. Debat ini adalah yang kedua kalinya disiarkan langsung oleh TV. Debat yang pertama, dilakukan oleh capres dan cawapres. Untuk debat kali ini, hanya capres yang berbicara.
            Tidak seperti debat pertama yang tidak saya simak dengan baik, untuk debat kali ini saya turut mencermati jalannya mulai dari awal sampai akhir. Saya bahkan juga mencari tahu tentang moderatornya dari internet. Moderator di debat pertama, yang melarang penonton bertepuk tangan itu, digantikan oleh Ahmad Erani Mustika, seorang guru besar bidang ekonomi dari Universitas Brawijaya. Sangat cocok dengan yang diperdebatkan kali ini, yaitu bidang ekonomi.

Lebih Santai
            Menurut saya, debat kali ini lebih santai dari sebelumnya. Kedua kandidat makin lama makin menunjukkan gaya khasnya masing-masing. Kegugupan yang terlihat dari wajah mereka ketika menanti tidak lagi terlihat. Kertas “contekan” juga tidak ada yang terlihat menyelip di pakaian kedua capres ini.
            Kedua capres juga bisa menggunakan waktu yang disediakan dengan baik. Penyampaian pertanyaan dan tanggapan tidak ada yang terlalu bertele-tele sampai harus dihentikan oleh moderator.

Kartu dan Anggaran Bocor
            Kata-kata yang paling saya ingat dari perdebatan ini adalah “kartu” dan “anggaran bocor”. Wajar saja kalau kata-kata ini yang paling diingat. Kata-kata ini berkali-kali diucapkan oleh masing-masing capres. Kartu oleh capres nomor 2. Anggaran bocor oleh capres nomor 1. Khusus anggaran bocor, juga disertai dengan kutipan pernyataan ketua KPK tentang jumlah kebocoran anggaran negara.

Ekonomi Kreatif
            Salah satu hal yang paling menarik bagi saya adalah pengembangan ekonomi kreatif. Hal yang dilontarkan oleh Pak Jokowi ini kemungkinan adalah satu-satunya hal yang disetujui oleh Pak Prabowo dalam debat kali itu. Pak Prabowo bahkan mengatakan kalau kali ini dia terpaksa tidak mengikuti nasehat para penasehatnya untuk selalu menentang apa yang dikatakan Jokowi. Entah karena anak tunggal Pak Prabowo menjadi seorang fashion designer (yang artinya bergerak di bidnag ekonomi kreatif), atau karena dia memang sepaham untuk mengembangkan bidang ini. Kedua capres ini bersalaman menyatakan kesetujuan di panggung debat yang seharusnya menjadi panggung tempur itu.
            Saya sendiri sudah lama mencoba bergerak dalam bidang ekonomi kreatif. Saya pernah berusaha di bidang kerajinan dan pemasarannya. Usaha saya ini mentok di pemasaran dan produksinya. Ketika akhirnya saya harus membuat pilihan untuk sedikit berbelok, saya belum meninggalkan impian untuk memiliki usaha sendiri kelak. Dengan makin besarnya dukungan pemerintah, semoga jalan saya untuk menjadi pengusaha di bidang kreatif menjadi terbuka.

Corong yang Biasanya Buat Panggilan Beribadah Itu…
            Ketika debat ini belum lagi selesai, corong rumah ibadah di dekat rumah kami berbunyi. Corong yang biasanya digunakan untuk panggilan beribadah dan berdakwah itu kali ini digunakan untuk marah-marah dan mengeluarkan sumpah serapah. Yang dimarahi dan disumpahi adalah salah seorang capres yang berdebat.
            Saya tidak pernah keberatan mendengar suara adzan panggilan beribadah dan juga khotbah dari dari rumah ibadah agama lain. Tapi kalau isinya marah-marah dan sumpah serapah di malam hari hampir tengah malam? Wah, betul-betul mengganggu pendengaran. Sumpah serapah yang kemungkinan besar berisi fitnah itu betul-betul tidak menyuarakan kedamaian. Saya rasa ini adalah penyalahgunaan fungsi pengeras suara itu. Mana ada agama di dunia ini yang mengajarkan marah-marah, sumpah serapah dan fitnah kaya gitu.
            Saya mengatasi polusi suara ini dengan mendengarkan lagu-lagu yang ada di HP saya. Bersyukur juga saat ini HP tidak hanya untuk menelpon dan mengirimkan pesan. Saya memutar lagu dengan volume cukup keras sampai akhirnya jatuh tertidur.

Debat Setelah Debat
            Setelah debat capres ini, masih ada jutaan debat lanjutannya di antara pada pendukung kedua kubu. Debat ini makin menjadi-jadi dengan adanya media sosial. Debat dilakukan terbuka dengan lawan siapa saja yang mau meladeni. Saya termasuk orang yang tidak mau meladeni debat seperti ini.
            Saya juga tidak bersedia mendengar debat orang-orang lain yang disiarkan TV dengan bahasan debat capres ini. Apalagi kalau orang yang memberikan pendapat itu tidak kompeten di bidang yang diperdebatkan, dalam hal ini bidang ekonomi, wah itu waktunya menngganti chanel TV. Saya juga biasanya diam-diam menjauh kalau ada kumpulan yang biasanya rukun, aman, dan damai, tiba-tiba saling bersitegang dalam debat memperdebatkan debat capres.
            Masih akan ada 3 debat lagi sebelum pemilu tanggal 9 Juli 2014. Semoga debat-debat yang akan diadakan itu bisa membuat lebih jelas visi dan misi pasangan capres dan cawapres yang akan bertanding itu. Semoga juga rakyat Indonesia cukup bijak dan tetap saling menghormati orang yang berbeda pendapat dengannya. Semoga selalu ada damai di negeri ini. {ST}

Senin, 14 April 2014

Diskon untuk Pemilih Berjari Ungu




            Tinta ungu menjadi penanda dalam pemilu tanggal 9 April. Bila pemilih sudah menggunakan hak suaranya, dia harus mencelupkan salah satu jarinya ke dalam tinta ungu ini. Tinta ini tidak bisa langsung hilang. Kabarnya memerlukan 2 hari untuk menghilangkan tinta itu dari jari. Tinta ungu di jari ini juga sebagai penanda supaya orang tersebut tidak dapat lagi menggunakan hak pilihnya di hari itu.
            Beberapa perusahaan, menggunakan jurus tinta ungu dan pemilu ini untuk berjualan. Ada sebuah kopitiam, yang dimiliki seorang caleg, membrikan diskon khusus untuk salah satu menu terkenalnya. Ada juga kedai kopi terkenal yang memberikan kopi susu gratis. Ada juga hypermarket yang memberikan diskon 9 % untuk pembelian 9 jenis barang tertentu. Angka 9 tentu saja dipilih karena pemilu itu diadakan tanggal 9.
            Diskon dan bonus yang biasanya memang selalu menjadi daya tarik bagi orang yang berjualan, seklai ini pun menunjukkan kesaktiannya. Cukup banyak orang yang termotivasi untuk ikut pemilu karena ingin punya jari berwarna ungu. Jari ungu yang menjadi persyaratan untuk mendapatkan diskon. {ST}

Minggu, 13 April 2014

Memotret di TPS




            Pemilu adalah  sesuatu yang bersejarah. Peristiwa ini sudah pasti akan dicatat dalam lembaran sejarah negara ini. Banyak orang, termasuk saya, ingin turut mengabadikan peristiwa ini. Saya membawa kamera ke TPS.
            Dengan banyaknya telepon pintar yang dilengkapi dengan kamera, lebih banyak lagi orang yang memotret proses pemilu ini. Entah itu memotret dirinya sendiri sebagai foto selfie, atau juga memotret suasana sekitarnya. Memotret di TPS menjadi hal yang biasa saja.
            “Mbak, nanti kalau di bilik enggak boleh motret, ya,” kata seorang pengawas yang sudah setengah baya.
            Sebelumnya, saya juga mendengar bapak itu mengingatkan pemilih sebelum saya. Setelah mendengarnya beberapa kali, saya sudah paham dan sempat juga memikirkannya. Proses pencoblosan di dalam bilik seharusnya menjadi proses yang rahasia, tidak boleh ada orang lain yang tahu.
            Dengan pengertian akan rahasia proses ini, saya pun tidak bertanya lagi ke petugas TPS mengapa yang tidak boleh hanya di bilik pencoblosannya. Saya sendiri juga tidak berniat untuk mengabadikan surat suara saya, apalagi yang sudah dicoblos.
            Siangnya, ketika saya membuka-buka Facebook, ternyata banyak orang yang seperti saya, memotret dirinya sendiri di TPS. Yang cukup mengagetkan bagi saya, ada juga yang memotret surat suaranya yang sudah dicoblos. Seluruh temannya di Facebook menjadi tahu siapa yang dipilihnya menjadi wakil rakyat. Dengan demikian, proses pemilihannya tidak rahasia.
            Entah apa motivasi di balik pamer foto coblosan ini. Saya, awalnya mencoba tidak berkomentar. Toh, itu kan akun Facebook dia sendiri, nggak perlu diurusi. Tapi akhirnya enggal tahan juga. Yang jelas saya berkomentar di sini, di tulisan ini, di blog ini. Membeberkan sesuatu yang seharusnya rahasia itu benar-benar tidak etis. Itu sama saja membeberkan masalah pribadi ke seluruh dunia. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini