Ada berita yang mengejutkan di akhir
tahun 2015 ini, berita tentang mundurnya seorang pejabat. Dirjen Perhubungan
Darat menyatakan mengundurkan diri. Bapak Djoko Sasono merasa dirinya tidak
mampu mengatasi kemacetan panjang yang terjadi pada saat libur panjang di akhir
tahun ini. Kemacetan itu mulai terjadi sejak tanggal 24 Desember 2015.
Seperti biasanya yang terjadi di
Indonesia, setiap langkah para pejabat selalu mengundang pro dan kontra. Ada
yang memandang baik langkah yang diambil oleh Pak Dirjen, ada juga yang
mencelanya. Saya termasuk dalam keduanya. Saya pro sekaligus kontra. Bukan
berarti saya tidak punya sikap, lo. Ini lebih karena memandang masalah minimal
dari 2 sudut pandang.
Saya salut dengan keputusan
mundurnya Pak Dirjen ini. Saya cukup terharu ketika dia meminta maaf karena
tidak berhasil mengatasi masalah kemacetan, masalah yang sebenarnya tidak hanya
milik Dirjen Perhubungan Darat. Masalah kemacetan adalah masalah kompleks di
mana banyak sekali pihak yang terlibat. Selain Departemen Perhubungan, masih
ada 1 lembaga lagi yang bertanggung jawab atas perhubungan darat, POLRI. Tentu
saja, masalah kemacetan juga menjadi masalah masyarakat sebagai pengguna jalan.
Dalam posisinya itu, sebenarnya bisa
saja dia menyalahkan pihak lainnya. Wong memang banyak pihak lain yang bisa
disalahkan, kok. Pihak yang memberikan izin kendaraan dan pabriknya juga dapat
menjadi terdakwa baru bila sampai kasus ini dibawa ke pengadilan. Pak Djoko
malah emngambil seluruh tanggung jawabnya dan meletakkan jabatannya. Wow!
Agak-agak beda, yah, dengan mantan ketua DPR yang nyaris tak punya rasa
bersalah itu.
Setelah rasa haru lewat, saya jadi
agak “geram”. Saya tidak setuju dengan pengunduran dirinya di saat masalah
belum lagi selesai. Bahkan mungkin belum lagi dipikirkan bagaimana cara menyelesaikannya.
Pengunduran Pak Djoko dapat dikatakan sebagai bukti bahwa dia sebenarnya orang yang
ingin bertanggung jawab. Pengunduran dirinya adalah bukti bahwa ia bukan orang
yang mati-matian mencari peluang untuk mempertahankan jabatannya. Justru
sebenarnya dialah orang yang tepat berada di tempat yang masih banyak masalah
itu.
Sebenarnya, saya juga tidak tahu
hasil kerjanya selama ini. Menurut atasannya, Menteri Perhubungan, Pak Dirjen
ini mendapat nilai 7 dalam skala 10. Nilai itu sebenarnya sudah baik, kok.
Kalau damap pelajaran sekolah, nilai 7 sudah bisa dinyatakan lulus. Nilainya
enggak jelek-jelek amat kalau dilihat banyaknya faktor eksternal lainnya.
Keputusan Pak Djoko, menurut
pengakuannya, adalah keputusan pribadinya sendiri, tanpa tekanan dari pihak
lain. Yeah, akhir kata, saya hanya bisa mendoakan semoga Pak Djoko dapat
menikmati kehidupannya setelah meletakkan jabatannya itu. Semoga dia selalu
sehat dan penuh berkat sampai akhir hayat. {ST}