Memotret di sebuah acara yang
ramai dikunjungi oleh orang adalah hal yang biasa saya lakukan. Selain karena
suka, memotret juga berguna untuk melengkapi tulisan, baik tulisan yang sering saya terbitkan di
blog ini, maupun tulisan yang saya kirimkan ke beberapa media di mana saya
turut menjadi kontributor.
Ketika
tiba di sebuah pekan raya, Pekan Raya Jakarta yang diadakan di Monas, saya
langsung mengeluarkan kamera merah saya. Saya segera memotret tak lama ketika
melangkahkan kaki ke dalam area pekan raya. Objek pertama saya adalah seorang
penjual ketan bakar. Jajanan ini termasuk salah satu jajanan yang beredar di
pekanraya selain kerak telor.
“Bayar,”
katanya sambil melotot.
Saya
yang kebingungan mendengarnya segera mengalihkan kamera saya sambil
mengernyitkan kening. Mengapa juga mesti bayar, ya?
“Kalo
motret bayar,” katanya lagi.
“Ah,
gak mau,” kata saya sambil ngeloyor pergi.
Saya
memang tidak mau memotret orang jualan di pekan raya kemudian membayarnya
sebagai model. Lebih baik saya mengambil objek yang lain daripada harus bayar
untuk sesuatu yang tidak luar biasa alias biasa aja. Selain bapak itu, masih
banyak orang lain yang menjual ketan bakar dan kerak telor di situ.
Walaupun
begitu, bapak ini tetap menarik bagi saya. Dari ribuan orang yang saya temui
dan beberapa saya potret, hanya bapak ini yang meminta bayaran untuk memotret
wajahnya. Seakan-akan dia adalah seorang model. Kalau banyak orang yang
membayarnya untuk ketika dipotret, mungkin dia akan beralih profesi, tidak akan
berjualan ketan bakar lagi. {ST}