Saya cukup terpana memandang klinik
di sebuah rumah sakit khusus THT di Jakarta. Saat itu saya sedang menemani adik
saya. Di papan berwarna biru itu ada tulisan “Klinik Ngorok (Sleep Apnea Clinic)”. Saya terpana
karena heran, takjub, dan sedikit geli. Dengan adanya klinik ini, maka dapat
dikatakan kalau ngorok adalah penyakit yang perlu disembuhkan.
Ngorok memang menjadi masalah bagi
banyak orang. Mungkin tidak terlalu bermasalah bagi orang yang mengorok.
Masalahnya justru pada orang lain yang tidak mengorok. Atau lebih tepatnya pada
orang yang mendengar dan terganggu karena suara ngorok itu.
Saya adalah orang yang merasa cukup
terganggu dengan adanya suara orang lain yang mengorok. Dari kecil saya sudah
terbiasa tidur sendiri. Entah itu di kamar sendiri, atau tempat tidur sendiri.
Sangat jarang saya berbagi tempat tidur dengan orang lain. Namun, ada kalanya
saya harus berbagi ruang tidur dengan orang yang mengorok. Suara ngorok itu
sangat mengganggu kenyamanan tidur saya.
Menurut adik saya, kadang-kadang
saya juga sering ngorok, terutama bila terlalu capek. Tentu saja suara ngorok
itu keluar ketika saya tertidur nyenyak. Saya tidak sadar kalau tidur sambil
ngorok hehehe… Seingat saya, tidur ngorok pertama kali saya adalah tidur malam
setelah ikut gerak jalan waktu SMP dulu.
Menurut adik
saya lagi, saya juga pernah tidur ngorok di tempat totok wajah. Sebagai adik,
dia sangat malu karena suara ngorok saya itu. Lebih malu lagi karena hampir
semua orang di situ menyadari kalau kami bersaudara. Kami datang bersamaan dan
wajah kami kebetulan agak mirip. Apeslah nasib sang adik yang masih terjaga dan
harus menahan malu itu. Hmm… Sebenarnya saya juga malu, sih.
Setelah
kejadian itu, saya mencari informasi tentang ngorok. Apakah yang sebenarnya
menyebabkan suara dengkuran itu. Ternyata suara itu terjadi karena adanya penyempitan
aliran udara dan bernapas lewat mulut. Ngorok makin sering terjadi pada orang
yang tidur telentang, apalagi sambil mangap. Risiko ngorok makin besar terjadi
pada orang yang kegemukan, suka minum alkohol, dan merokok.
Saya
sebenarnya lebih sering tidur dengan posisi miring ke kanan. Mungkin itu
sebabnya saya tidak selalu ngorok ketika tidur. Kalaupun ngorok, tidak ada
orang yang terganggu karena tidak ada orang yang terganggu. Beda halnya dengan
orang yang tidur bersama orang lain. Mungkin saja pasangannya merasa sangat
terganggu dan menganggap itu penyakit.
Ketika
melihat ada klinik ngorok, saya jadi membayangkan orang-orang yang datang
adalah pasangan. Bisa jadi sang “pasien” tidak merasa ada yang salah dengan
dirinya. Dia merasa baik-baik saja karena tidak pernah tahu bagaimana suara
dengkurannya itu sangat mengganggu. {ST}