Dalam budaya Jawa, gong sering
digunakan sebagai penanda. Pada beberapa acara, gong dibunyikan bila ada tamu
kehormatan. Saat ini, gong juga digunakan di restoran maupun hotel untuk
menyambut tamu. Semua tamu dianggap sebagai tamu kehormatan. Gong ini
dibunyikan saat mereka datang.
Gong yang dijadikan tanda penyambut
tamu kehormatan itu kebanyakan digantungkan pada gantungan kayu. Gantungan kayu
itu ada yang polos, ada juga yang dihiasi dengan ukiran. Ukirannya selalu
berbentuk naga. Itu menjadi perhatian saya. Mengapa harus naga?
Naga Jawa bentuknya selalu seperti
ular, agak berbeda dengan naga-naga film barat yang bentuknya seperti
dinosaurus. Bentuknya yang seperti ular membuat saya agak waspada. Entah
mengapa saya selalu merasa tegang apabila ada ular. Demikian pula halnya ketika
melihat naga-naga berukir di gantungan gong itu.
Baca juga:
Bentuk naga di tanah Jawa ternyata
mendapat pengaruh dari Tiongkok dan budaya Hindu-Buddha. Naga dianggap sebagai
simbol penjaga. Biasanya ukiran naga ada di bagian pintu masuk candi-candi dan
istana. Bentuk naga juga digunakan sebagai gantungan gong. Naga pada gantungan
gong itu umumnya dibuat dari ukiran kayu. Kepala naga pada ukiran itu mulutnya
terbuka dengan lidah terjulur keluar, seakan bersikap wasapada. Naga di gantungan
gong ini tidak hanya 1. Selalu ada sepasang naga yang ekornya bertautan. {ST}