Mobil kecil saya si Mocil dijual.
Keputusan itu terpaksa diambil karena berbagai sebab. Walaupun keputusan ini
saya ambil dengan sadar dan tanpa paksaan, tetap saja sedih rasanya berpisah
dengan Mocil. Bagi saya, Mocil bukan hanya sekedar benda. Mocil adalah teman
setia.
Mobil
yang sudah setia menemani saya sejak tahun 1999 itu sudah tidak muda lagi.
Mobil itu sering memerlukan perawatan yang perlu biaya besar. Perawatan itu
tidak hanya perawatan rutin. Ada banyak onderdil yang perlu diganti sehingga
biayanya menjadi besar.
Pemeliharaan
Mocil juga memerlukan waktu. Saya tidak punya banyak waktu untuk membawanya ke
bengkel. Saya harus bersyukur, bengkel langganan saya dikelola oleh orang yang
peduli pada Mocil. Service yang diberikan lebih dari yang diminta. Pak Priyono,
pemilik bengkel, juga adalah teman saya. Saya juga berteman dengan seluruh
keluarganya. Kepedulian Pak Priyono pada Mocil juga berarti kepedulian pada
temannya.
Suatu
hari Mocil mogok. Saat itu saya tidak bisa langsung mengurus Mocil. Saya
tinggalkan Mocil di rumah sementara saya berkendara dengan kendaraan lain.
Mudahnya akses angkutan umum di rute kegiatan saya membuat saya tidak terlalu
memikirkan Mocil. Saya dapat pergi ke mana saja menggunakan angkutan umum atau
kendaraan aplikasi online. Saya hanya teringat pada Mocil saat tiba di rumah
dan melihatnya parkir di carport. Beberapa saat kemudian, saya sudah tidak
ingat lagi pada “penderitaan” Mocil. Begitu seterusnya yang terjadi setiap
hari.
Beberapa
orang mengusulkan untuk menjual Mocil. Orang yang paling giat mengusulkannya
adalah Papah. Sepertinya dia terganggu ada “barang rongsokan” di halaman
rumahnya. Papahlah yang kemudian rajin mengiklankan Mocil dijual.
Setelah
menerima masukan dari berbagai sumber, saya memutuskan untuk menjual Mocil.
Keterikatan emosional membuat saya menunda nunda keputusan itu. Saya baru
bertekad bulat setelah Pak Priyono, pemilik bengkel langganan saya itu,
meninggal.Setelah kepergiannya, sepertinya tidak akan ada lagi orang yang benar
benar peduli pada Mocil.
Ternyata
cukup mudah mendapatkan calon pembeli Mocil. Orang itu bahkan sudah memutuskan
untuk membeli sebelum melihat barangnya. Transaksi dilakukan dengan cepat.
Orang tua saya membantu masalah transaksi ini. Sehari setelah transaksi, Mocil
diambil.
Saya
berusaha memandang penjualan itu sebagai transaksi jual beli biasa. Sama
seperti transaksi di minimarket atau toko online. Namun ternyata tidak bisa.
Keterikatan emosional saya terlalu besar. Saya sedih saat mengingat hari itu
Mocil sudah tidak lagi menjadi milik saya. Saya sengaja tidak mau melihat saat
Mocil dibawa dari rumah kami.
Pagi
itu, sepanjang perjalanan saya teringat pada Mocil. Mobil yang sangat setia
menemani saya itu. Tanpa sadar air mata saya menggenang. Lebay sekali rasanya,
tetapi memang itulah yang terjadi. Saya memang sedih karena berpisah dengan
Mocil. {ST}