Hari Rabu, 19 Agustus 2015, saya
mendapat tugas untuk menghadiri konferensi pers tentang persiapan kontingen
Indonesia menuju Frankfur Book Fair. Di tahun 2015 ini, Indonesia menjadi tamu
kehormatan pada FBF 2015. Sebagai tamu kehormatan, Indonesia akan mendapat
tempat khusus dan mengirimkan sejumlah penulis ke Frankfurt.
Ada 79 orang penulis yang akan
dikirimkan untuk menjadi duta Indonesia di pameran buku terbesar di dunia itu.
Lebih dari setengah penulis itu, ada 44 orang, menerbitkan karyanya bersama
dengan penerbit Gramedia. Itu pulalah sebabnya mengapa saya diundang ke
konferensi pers itu. Laporannya bisa dibaca di sini.
Pada saat acara itu berlangsung,
bertepatan dengan jam makan siang. Saya duduk berdekatan dengan seorang penulis
buku anak. Saya memang pernah melihat sekilas buku-buku tulisannya di toko
buku. Namun, saya tidak pernah membeli bukunya. Beberapa buku dari penulis ini
memang dijual dengan harga yang cukup mahal.
Dalam obrolan kami itu, dia
bercerita bagaimana asal mulanya dia menulis buku. Awalnya karena dia membaca
karya penulis lain. Penulis lain yang dia maksud ternyata orang yang saya kenal
juga. Membaca buku anak karangan penulis lain itu menimbulkan minatnya untuk
mencoba menuliskan ceritanya sendiri.
Berawal dari buku pertamanya itu,
dia seperti kecanduan untuk terus berkarya dan membuat karya yang lebih baik.
Sekarang, dia sudah tidak ingat lagi berapa karyanya. Menurut editor di
perusahaan penerbitnya, buku-buku tulisan penulis ini termasuk dalam best seller.
Sang penulis ini juga bercerita
kalau dia suka membaca cerita Bona, si gajah kecil berbelalai panjang. Saya
langsung tersentak mendengarnya. Itu, kan, cerita karangan saya, dan dia suka
membacanya. Seneng juga hehehe…
Dia juga
mengatakan kalau semua orang itu sebenarnya bisa menulis. Saya juga menyetujui
pendapat ini. Menurut saya, semua orang itu memang bisa menulis. Apalagi
pelajaran menulis itu adalah pelajaran dasar. Baca tulis hitung alias calistung
adalah pelajaran dasar untuk banyak sekali pengetahuan. Orang yang mengaku
tidak bisa menulis mungkin maksudnya tidak bisa menulis dengan baik, atau tidak
terbiasa menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan.
“Ayo, nulis
buku!” kata penulis itu di sela-sela kegiatan mengunyah kami siang itu.
“Iya, Mbak.
Ayo nulis buku anak. Di penerbit kami, 70%-nya adalah buku anak. Naskahnya
ditunggu, lo,” sambung mbak editor.
Saya hanya
tersenyum sambil bertekad bahwa saya akan segera menulis buku saya sendiri.
Terlatih menulis artikel dan blog setiap hari sudah menjadi ajang latihan bagi
saya untuk menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Tinggal tunggu tanggal
mainnya. {ST}