Bunga lili hujan mendadak terkenal
di akhir bulan November 2015 yang lalu. Bunga ini, yang konon kabarnya hanya
berbunga di musim hujan, menjadi trending
topic di media sosial. Pasalnya, ada seorang remaja yang mengunggah fotonya
sedang berada di tempat yang dipenuhi bunga berwarna oranye ini. Foto itu
kemudian menyebar menjadi viral, dan terkenal.
Penampakan kebun bunga itu dari jauh
mirip seperti kebun bunga tulip di Belanda. Kenyataan kalau tempat itu
berlokasi di Patuk, Yogyakarta membuat berita ini makin menarik. Bayangkan
saja, daerah Gunung Kidul yang biasanya tandus itu mendadak berbunga-bunga.
Apalagi bunga ini hanya tumbuh beberapa minggu di awal musim hujan. Wah, makin
banyak lagi orang yang mau datang supaya sempat melihat bunga-bunga itu secara
langsung.
Beritanya yang menyebar luas membuat
banyak orang mendatangi tempat ini. Tujuannya untuk melihat “keajaiban” ini dan
berfoto. Kedatangan mereka ternyata menimbulkan efek samping. Bunga yang tumbuh
di kebun itu banyak yang terinjak-injak dan rusak. Hanya dalam hitungan hari,
kebun bunga yang indah itu rusak.
Saya turut prihatin dengan kerusakan
kebun bunga itu. Terbayang bagaimana kecewanya sang pemilik kebun yang sudah
merawat kebunnya. Kekecewaan itu makin terasa karena bunga ini hanya berbunga
setahun sekali, saat musim hujan. Yang lebih memprihatinkan karena sikap anak-anak
muda yang merusak itu. Ada “bukti” bahwa beberapa orang dari mereka memang
sengaja merusaknya. Ada yang berjongkok di tengah-tengah kumpulan bunga, yang
paling parah berbaring sambil merentangkan tangan.
Kelakuan anak-anak ABG itu
menimbulkan banyak reaksi di media sosial. Beberapa teman saya ada yang
menyebarkan foto para perusak itu. Ada juga yang menyebarkan update status dari
perusak yang tidak merasa dirinya bersalah karena sudah membayar 5000.
Menurutnya wajar saja bila ada bunga yang rusak atau terinjak. Teman-teman yang
share di medsos itu juga mengungkapkan kejengkelannya.
Saya sih
sebenarnya juga jengkel. Pingin juga rasanya menyeebarkan foto-foto mereka
sambil memaki-maki, namun akhirnya saya mengurungkan niat itu. Tindakan seperti
itu hanya menyebarkan sesuatu yang tidak baik, dan setelah dihitung-hitung,
tidak ada gunanya.
Bunga lili
hujan adalah salah satu tanaman yang saya tanam waktu kecil dulu. Sepertinya
saat itu saya duduk di kelas 3 atau 4 gitu, deh. Saya baru teringat lagi pada
bunga ini ketika melihat beritanya yang menjadi viral itu. Bunganya persis
seperti yang saya tanam dulu. Pohonnya berumbi dengan daun menjulur. Saya dulu
menanamnya di kaleng bekas permen Fox rasa mint.
Walaupun
tanaman saya ini jarang berbunga, saya tetap memeliharanya sepanjang tahun.
Saya ingat bagaimaan senangnya saya ketika melihat tanaman saya itu akhirnya
berbunga. Girang sekali rasanya. Selama ini, bunga itu menjadi semacam tanaman
rumput saja sementara tanaman lain di sekitarnya berbunga mewangi setiap hari.
Pot tanaman saya ini letaknya di dekat tanaman melati Mamah. Bunga-bunga melati
itu selalu ada yang mekar hampir setiap hari.
Selama
memeliharanya, saya membayangkan kalau tanaman saya ini akan berbunga putih. Di
halaman memang ada tanaman sejenis, yang daunnya lebih lebar. Tanaman ini
bunganya putih. Saya menyebutnya dengan nama bakung putih besar. Tanaman saya,
kalau sampai berbunga, akan saya sebut dengan bakung putih kecil. Entah itu
sebenarnya bunga bakung atau bukan. Namun, kenyataannya tidak demikian. Saat
mekar, tanaman saya itu bunganya oranye. Mirip sekali dengan bunga-bunga yang
mekar di Patuk, Gunung Kidul. Lili hujan.
Ketika
membaca berita tentang lili hujan di Patuk itu, saya baru tahu kalau lili hujan
itu berbunga hanya setahun sekali, di awal musim hujan. Itu sebabnya bunga ini
disebut lili hujan. Pantas saja dulu rasanya penantian mekarnya bunga tanaman
saya itu terasa lamaaa sekaliiii. {ST}