Lemari
jati berukir seperti ini telah lama menjadi bagian dari keluarga kami.
Sepertinya orang tua saya mewarisinya dari leluhur kami. Ada beberapa lemari
seperti ini di rumah kami. Beberapa ada cerminnya, ada juga yang tidak ada
cerminnya. Yang jelas semuanya berwarna hitam kecokelatan dengan hiasan ukiran.
Kuno sekali.
Waktu
kecil, saya sempat malu dengan lemari ini. Saya pernah menggunakan salah satu
lemari itu untuk lemari pakaian saya. Lemari itu ditempatkan di kamar tidur
saya. Itu membuat kamar saya terasa kuno sekali. Beda sekali dengan kamar
teman-teman dan sepupu saya yang bernuansa kekinian.
Saya
menempeli lemari yang saya gunakan itu dengan stiker-stiker lucu supaya lebih
imut. Namun tetap saja tidak berhasil. Sosok kokoh lemari itu tetap terlihat.
Lemari
seperti ini juga digunakan oleh adik-adik saya yang saat itu masih bayi.
Perlengkapan bayi yang imut-imut itu disimpan dalam lemari berukir itu. Lemari
itu menjadi agak imut karena samar-samar beraroma minyak telon.
Saat
ini saya menggunakan lemari “modern” yang saya beli di pameran furnitur. Lemari
besar itu polos, nyaris tanpa hiasan. Ukurannya besar sekali. Lemari ini bisa
memuat banyak sekali pakaian. Namun, lemari ini tidak memiliki keterkaitan
emosional dengan saya.
Saya
lembali teringat pada lemari masa kecil saya saat membaca cerita Narnia. Cerita
itu berawal dari anak-anak yang bersembungi dalam lemari. Dalam bayangan saya,
lemari yang pantas menjadi pintu masuk negeri fantasi adalah lemari masa kecil
saya itu.
Saat
melihat kembali lemari masa kecil saya itu, saya baru dapat mengaguminya. Saya
mengagumi bahannya yang terbuat dari kayu jati yang bagus. Saya juga mengagumi
ukirannya. Ternyata lemari itu keren sekali. Lemari itu juga awet. Sampai saat
ini kondisinya masih sangat baik. Mungkin lemari teman-teman saya dulu saat ini
sudah rusak semua. Sedangkan lemari kami sepertinya masih akan bertahan selama
beberapa generasi. {ST}