Di rumah kami cukup banyak furnitur
berbahan kayu eboni. Kayu eboni yang dikenal juga dengan nama kayu hitam ini
warnanya memang hitam. Warna hitamnnya itu tidak mulus. Ada guratan-guratan
khas kayunya.
Kayu eboni ini massa jenisnya besar.
Hmmm… Intinya, kayu eboni ini berat. Saat baru mengenal kayu eboni, saya sering
tertipu melihat fisiknya. Untuk memindahkan furnitur kecil saja, perlu banyak
tenaga. Saya yang waktu itu berbadan kurus sering tidak berhasil menggeser meja
atau kursi. Lemari apalagi.
Kayu eboni banyak tumbuh di
Sulawesi, terutama Sulawesi Tengah. Aneka furnitur eboni di rumah kami berasal
dari Palu, ibu kota Sulawesi Tengah. Papah dulu pernah bertugas di sana.
Beberapa furnitur itu ada yang awalnya menjadi furnitur di rumah dinasnya di
Palu, ada pula yang sengaja dibeli untuk rumah di Jakarta.
Saat Papah pindah ke Jakarta, semua
furnitur eboni itu pun diangkut ke rumah kami di Jakarta. Rumah kami mendadak
penuh oleh furnitur kayu berwarna hitam itu. Kursi tamu, kursi goyang, dan
aneka meja di rumah kami terbuat dari bahan kayu hitam. O ya, di rumah kami ada
2 set kursi tamu. Satu set yang memang sudah ada di Jakarta, satu set lainnya
berasal dari rumah dinas di Palu.
Selain berbentuk furnitur, di rumah
kami juga banyak hiasan meja dan guci berbahan kayu hitam. Guci itu beraneka
ukurannya. Ada yang lebih kecil dari genggaman tangan, sebesar buah apel,
sampai sebesar gentong air. Saya punya beberapa hiasan dari kayu hitam di kamar
saya.
Saya dulu sempat bosan dengan
banyaknya kayu hitam di rumah kami itu. Warnanya yang hitam membuat ruangan
terlihat agak suram. Saya lebih suka warna-warni ceria. Sampai akhirnya saya
ngobrol dengan seorang pengagum kayu hitam.
Orang itu, yang saya sudah lupa
namanya, mengatakan kalau kayu hitam itu adalah seni. Guratan yang ada di kayu
itulah yang membuatnya berseni. Tidak ada kayu yang persis sama. Kalau bisa
menikmatinya, maka kayu hitam tidak akan membosankan. O ya, untuk kayu hitam,
makin hitam legam kayunya, makin mahal harganya. Pada kayu yang hitamnya hampir
merata, guratannya makin halus.
Saya pun mencobanya. Saya mengamati
guratan yang ada di furnitur rumah kami. Ternyata memang guratan di setiap kayu
itu berbeda. Akhirnya saya bisa menikmati seni yang ada di kayu ini. Cara
mengamati kayu ini juga saya terapkan pada kayu jenis lainnya. Hasilnya, saya
jadi makin suka pada kayu. Mau ikutan mengamati juga? Tuh, liat aja fotonya! {ST}