Tahun
baru 2017 diwarnai dengan berita terbakarnya kapal penumpang Zahro Express.
Kapal ini adalah kapal yang membawa penumpang menyeberang dari Jakarta menuju
Kepulauan Seribu. Berita ini menarik perhatian saya karena saya terluput dari
bencana itu.
Saat terbakar, kapal itu sedang berada di tengah laut,
mengangkut penumpang untuk menuju Pulau Tidung. Kebanyakan penumpang itu sedang
berlibur saat libur tahun baru. Nah, berbulan-bulan yang lalu saya sempat
berencana untuk mengunjungi Kepulauan Seribu tepat di hari tahun baru. Apabila
saya jadi melaksanakan niat saya itu, kemungkinan saya juga akan menumpang
kapal yang terbakar itu.
Liburan ke Kepulauan Seribu cukup murah dan mudah.
Pada beberapa trip yang saya lihat, hanya perlu beberapa ratus ribu untuk
berwisata selama beberapa jam. Tentunya akan lebih murah lagi biayanya bila
berwisata tanpa operator. Untuk menuju ke kepulauan itu, ada beberapa tempat
penyeberangan. Kebanyakan ada di Muara Angke. Tak heran bila berwisata ke
Kepulauan Seribu menjadi pilihan warga Jakarta.
Muara Angke juga menjadi tempat penyeberangan KM Zahro
Express yang terbakar itu. Ada 200 orang lebih di atas kapal itu di hari
pertama tahun 2017, sementara kapasitasnya tidak sampai segitu. Kapal ini
kelebihan muatan. Dapat ditebak juga pada saat yang sama kapal itu kekurangan
alat bantu penyelamatan.
Ada puluhan orang yang kehilangan nyawa dalam
peristiwa terbakarnya KM Zahro itu. Peristiwa ini menjadi berita nasional yang
diwartakan oleh hampir semua media. Berita itu pun sampai ke saya. Saya
memandang terpana melihat kapal yang hangus itu. Sangat bersyukur rasanya
karena saya tidak jadi berlibur ke Kepulauan Seribu pada hari itu. Kalau jadi,
mungkin saja saya akan menjadi penumpang kapal itu.
Peristiwa ini menarik perhatian Kementerian
Perhubungan untuk lebih memberikan perhatian pada sarana penyeberangan itu.
Saat ini, rute penyeberangan ke Kepulauan Seribu dilayani oleh Pelni. Ini salah
satu hikmah dari bencana itu.
Kalau pemerintah lebih peka, sebenarnya kapal yang
mengangkut penumpang di beberapa pesisir negeri ini sebenarnya tidak layak untuk
mengangkut penumpang. Ada yang sebenarnya kapal barang, ada juga kapal ikan.
Penumpang tidak selalu mendapatkan fasilitas khusus penumpang yang seharusnya.
Para penumpang pun kadang-kadang tak punya pilihan lagi karena memang tidak ada
yang dapat dipilih.
Saya juga beberapa kali melewati perjalanan lewat air
dengan menggunakan kendaraan yang tidak layak. Saya tidak bisa melupakannya
karena saya kurang pandai berenang. Sebelum naik ke kapal atau perahu, biasanya
saya mencari tahu letak pelampung. Kalau jumlahnya, biasanya sudah pasti lebih
sedikit dibandingkan dengan penumpang yang ada.
Setelah peristiwa itu, niat saya untuk mengunjungi
Kepulauan Seribu tidak surut. Suatu saat nanti, saya akan datang ke sana.
Semoga saja pelayanan angkutan lautnya sudah semakin aman dan nyaman. {ST}