Pada bulan Januari 2016 ini saya
mendapat tugas untuk menulis tentang kanal banjir di Jakarta. Topik ini
sebenarnya diusulkan oleh saya sendiri terkait dengan tema majalah yang tentang
banjir. Kanal banjir adalah sesuatu yang sanagt diperlukan di kota seperti Jakarta
ini.
Kanal adalah saluran air buatan yang
gunanya untuk menampung aliran air. Kanal banjir di Jakarta dibuat untuk
mengalihkan beberapa aliran sungai yang mengalir melintasi Jakarta. Ada 13
sungai yang menjadi bagian dari DKI Jakarta. Apabila meluap, sungai-sungai ini
berpotensi menggenangi daerah pemukiman di sekitarnya.
Rencana pembuatan kanal di ibukota
RI itu bukanlah sesuatu yang baru. Rencana ini sudah ada sejak Jakarta masih
bernama Batavia apda tahun 1920-an. Hendrik van Breen, seorang ahli pengairan
yang juga menjadi Kepala Kantor Pengairan Batavia, membuat rencana pembangunan
kanal. Kanal yang menggabungkan aliran Kali Ciliwung, Kali Krukut, dan Kali
Mampang ini kelak dikenal sebagai Kanal Banjir Barat.
Saat ini, DKI Jakarta memiliki 2
kanal banjir. Namanya Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Kedua kanal
ini sering disebut pula dengan Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur.
Penyebutan ini sepertinya terpengaruh bahasa asing dengan struktur kata yang
berbeda dengan bahasa Indonesia. Artinya malah kurang jelas. Biasanya orang
yang mendengarnya sudah langsung bisa mengerti yang dimaksud adalah kanal
banjir.
Hampir tidak ada orang yang mau
repot-repot memberitakan tentang yang benar. Toh, dengan menyebutnya kanal
banjir atau banjir kanal tetap ada orang yang mengerti. Saya ingat beberapa
waktu yang lalu, Presiden SBY pernah mengoreksi seorang yang menyebut kanal
banjir dengan banjir kanal. Terus terang saya cukup senang, ternyata orang yang
mau repot-repot memperbaiki penyebutan ini tidak hanya saya. Kebetulan pula dia
adalah orang nomor satu di negeri ini saat itu. Apa yang dia ucapkan sudah
pasti didengarkan.
Sayangnya, koreksi Pak Presiden itu
tidak bertahan lama. Saat ini masih banyak orang yang menyebut kanal banjir
sebagai banjir kanal. Malah ada juga yang menganggapnya sama saja. Hanya orang
kurang kerjaan (seperti saya ini) yang menganggap perbaikan itu perlu. Dalam
tulisan yang akan diterbitkan di media anak pada awal bulan Februari 2016 ini,
tentu saja saya menggunakan frase “kanal banjir”. {ST}