Pada
masa kuliah saya, di jurusan teknik sipil, yang namanya kalkulator adalah salah
satu hal yang terpenting. Saat itu, lebih baik ketinggalan dompet daripada
ketinggalan kalkulator. Kalau ketinggalan dompet, masih bisa pinjam uang dari
teman. Kalau ketinggalan kalkulator, belum tentu ada yang mau meminjamkan.
Bukan karena pelit, tapi karena memang dibutuhkan.
Kalkulator
ini bukan kalkulator biasa. Pada jamannya, kalkukator ini cukup canggih.
Teknologinya jauh di atas kalkulator yang digunakan para pedagang. Ini
kalkulator khusus untuk perhitungan teknik. Perhitungan yang memang kami
lakukan setiap harinya.
Dengan
teknologinya yang jauh lebih canggih, harganya pun lebih canggih, alias mahal.
Di toko resmi, harganya mendekati Rp. 1 juta. Padahal saat itu harga kalkulator
“biasa” hanya sekitar Rp. 100 ribuan.
Kami membeli
kalkulator ini di Glodok, daerah pusatnya elektronik. Di tempat ini, pembelian
lebih banyak akan mendapatkan harga satuan yang lebih murah. Kami mengumpulkan
sebanyak-banyaknya orang, terutama yang seangkatan. Akhirnya, harga kalkulator
ini menjadi Rp. 700.000 per buahnya. Masih cukup mahal, tapi tetap lebih murah
dibandingkan beli satuan di toko.
Kalkulator
inilah yang menemani hampir selama masa kuliah saya. Maklum saja, hampir semua
mata kuliahnya ada hitung-hitungannya. Kalaupun tidaka da hitungannya, ada
bagian yang bisa untuk menuliskan contekan. Ya, memang, waktu itu masih
jamannya nyontek, apalagi yang hapalan. Hehehe….
Lama setelah
saya lulus kuliah, kalkulator ini masih ada, bahkan masih bisa digunakan dengan
baik. Kalkulator ini juga saya gunakan untuk hitungan dagang saat bekerja di perusahaan
retail. Untuk programnya berisi rumus perhitungan gross profit dan beberapa
perhitungan lain. Namun, makin lama, kalklator ini makin saya tinggalkan. Saya
beralih ke kalkulator dengan tombol angka besar-besar, pembagian gratis dari
kantor tempat saya bekerja.
Saat saya
mencoba untuk berusaha sendiri, kalkulator ini juga menemani saya dalam
perhitungan. Perhitungannya sangat sederhana. Omset yang tidak terlalu banyak
memang tidak memerlukan perhitungan yang canggih. Hal ini malah membuat
kalkulator teknik jaman kuliah ini tidak cocok.
Ditambah lagi,
saya menjadi terbiasa dengan kalkulator “sayur” dengan tombol angka besar.
Perhitungan dengan kalkulator teknik yang canggih ini malah menjadi bertambah
rumit. Mau tidak digunakan lagi, kok, rasanya sayang, ya…
Baterai
kalkulator ini ternyata juga tahan lama. Sejak pertama kali dibeli dan digunakan,
saya belum pernah ganti baterai. Baterainya baru perlu diganti lebih dari 10
tahun kemudian. Luar biasa. Saat ini, kalkulator ini memang tidak lagi turut
menjadi penghuni tas saya. Namun, kalkulator itu masih menghuni kamar saya.
{ST}