Jepitan rambut adalah sesuatu yang penting di rumah kami. Kepentingannya jauh melebihi obeng ataupun dongkrak. Sepertinya disebabkan karena rumah kami lebih banyak dihuni para perempuan yang berambut panjang. Para perempuan yang sering merindukan jepit rambut ketika kegerahan ataupun melakukan berbagai kegiatan.
Seorang perempuan penghuni rumah kami, tepatnya yang menempati kamar nomor 2 di lantai 2, mempunyai rambut kribo yang mengembang. Rambutnya yang mengembang dan banyak itu sering membuat jepit-jepit rambut bernasib sial dan berakhir dalam keadaan patah-patah. Karena itu, dialah orang yang paling sering membeli jepit rambut.
Jepit-jepit rambut itu biasanya dibeli sekaligus 3. Jumlah 3 itu bukan karena kepedulian besar memikirkan 3 orang yang menggunakan jepit rambut di rumah. Jumlah 3 itu adalah strategi jualan para penjual jepit rambut dan aneka aksesorisnya. Ketiga jepitan rambut itu berharga Rp. 10.000. kalau beli 1 harganya 4 ribu. Kalau gak ngerti lebih untung beli berapa, para pedagang akan menjelaskan dengan senang hati.
Pada suatu hari yang kelewat cerah, si anak berambut kribo mengembang itu pergi ke Pasar Asemka di daerah Kota. Dalam perjalanannya yang menggunakan Transjakarta, sebuah jepit rambut yang bertengger di rambutnya patah terbelah dan tidak bisa digunakan lagi. Anak itu sejenak merasa keren dengan rambut sebahunya yang tergerai, apalagi didukung dengan bus yang adem.
Cerita selanjutnya sebenarnya ketika keluar hari halte. Jakarta nan panas dan berdebu menyambut dengan deru debunya. Rambut keren yang tergerai tak lagi berarti ketika peluh bercucuran sedangkan tujuan belum lagi tercapai. Maka si kribo segera mencari-cari penjual jepit rambut yang biasanya selalu ada di tiap pusat perbelanjaan. Dan akhirnya ditemukanlah kios warna-warni yang menjual aneka ikat dan jepit rambut.
“Yang ini berapa harganya?” tanya si kribo.
“Itu 15 ribu, Ci,” jawab si abang sambil mencet jerawat.
“Mahal amat? Gak kurang, tuh?” Penawaran diajukan.
“Gak bisa, Ci. Udah harga pas. Kalo beli setengah lusin juga boleh, kok. Harganya jadi ceban,” lanjut si abang lagi.
“Ah kalo gitu beli selusin aja, deh!” Si cici kribo itu akhirnya sadar kalau dagangan di pasar itu memang hampir semuanya grosiran.
Jadilah selusin jepit rambut itu belanjaan pertama sebelum membeli sesuatu yang memang diperlukan. Akhirnya jepitan kembar selusin itu menjadi penghuni rumah kami dan tersebar di tiap kamar. {ST}