Saya
ingat sekali AC pertama yang ada di rumah kami. Saat itu saya masih kecil,
masih bersekolah di SD, menjelang SMP di Palangkaraya. Tidak semua keluarga
memiliki AC di rumahnya. AC dianggap sebagai lambang kemewahan. Saya pun waktu
itu merasa menjadi “orang kaya” karena punya AC di rumah.
Ada
2 AC di rumah kami. Saya paling ingat yang berwarna coklat. Saya dapat
mengingatnya dengan baik karena AC itu terpasang di kamar saya. Waktu seusia
itu, saya sudah tidur di kamar saya sendiri. Saudara saya lainnya lebih suka
tidur di kamar bersama. Ya, kami memiliki kamar bersama yang dilengkapi dengan
3 buah tempat tidur besar, 1 TV, 2 meja, dan 2 lemari. Nah, AC yang 1 lagi ada
di kamar ini.
Setamat
SMP, saya pindah ke Jakarta. Saya tidak pernah memikirkan lagi AC coklat jadul
itu. Saya baru mengingatnya kembali ketika bermalam di kamar kubus, salah satu
kamar di rumah orang tua saya. Kamar berbentuk kubus ini dilengkapi dengan AC
berwarna coklat. Ya benar, itu adalah AC jadul di kamar saya dulu itu.
AC
ini sampai sekarang masih dapat mengeluarkan hawa dingin. Kadang-kadang bahkan
dapat dikatakan dingin sekali saat malam berhujan. AC ini tidak memiliki pengatur suhu, jadi
hanya ada 2 kondisi yaitu hidup dan mati. Kalau sedang menginap di kamar kubus,
saya sering mematikannya ketika subuh menjelang. {ST}