Peringatan
Pentakosta tahun 2017 ini jatuh pada tanggal 4 Juni 2017. Hari itu diperingati
sebagai hari turunnya Roh Kudus yang dicatat dalam Kisah Para Rasul. Hari
Pentakosta juga menjadi awal tahun gerejawi.
Dari
tahun ke tahun, selalu ada hasil bumi pada saat hari Pentakosta. Hasil bumi
berupa padi, palawija, sayuran dan buah-buahan itu menjadi bagian dari dekorasi
dan juga ibadah. Hasil bumi itu menjadi persembahan syukur yang dibawa pada
bagian persembahan dalam ibadah.
Dari
tahun ke tahun pula, selalu ada “masalah kecil” akan diapakan buah dan sayur
itu. Ada kalanya dilelang, ada juga yang dibuang. Beberapa kali bahkan pernah
diberikan terbuka kepada siapa saja yang menginginkannya. Pernah terjadi
perebutan buah-buahan pada saat itu.
Adanya
buah-buahan itu sempat pula memancing pendapat kritis sebagian orang, baik
tentang makna teologinya, maupun tentang relevansinya. Saya tidak terlalu
memusingkan maknanya. Saya lebih memikirkan biayanya dan efek setelahnya.
Buah-buahan
dan sayuran yang dipajang itu hampir semuanya dibeli. Tidak ada yang hasil
tanaman jemaat dan kemudian dibawa menjadi persembahan. Harganya tidak murah,
lo. Beberapa tahun yang lalu saya pernah bertugas membeli buah-buahan itu.
Efek
setelahnya juga pernah membuat saya gerah. Apalagi itu jadinya saling
menyalahkan. Biasanya tentang bagaimana penanganan hasil bumi yang sebelumnya
menjadi dekorasi itu. Syukurnya hal itu tidak terjadi tahun ini. Hasil bumi itu
langsung ludes tak lama setelah kebaktian terakhir berakhir. {ST}