Hari
AIDS yang diperingati tanggal 1 Desember yang lalu menyisakan sesuatu bagi
saya. Keprihatinan yang mendalam pada nasib ibu-ibu rumah tangga yang harus
turut menanggung kebandelan suaminya.
Ibu-ibu
ini terkena virus HIV dari suaminya. Suaminya mendapatkannya dari hubungan
dengan perempuan lain, yang sudah tentu bukan istri resminya. Ibu-ibu yang
terkena virus, ada juga yang kemudian menularkan pada anak di kandungannya. Ibu-ibu ini harus berjuang untuk kehidupannya
sendiri dan juga untuk anaknya. Suaminya? Semoga saja segera bertobat dan bisa
mengendalikan dirinya dalam segala hal, termasuk hal yang ini.
Saya
juga prihatin pada para perempuan yang menjajakan dirinya itu. Entah mengapa,
prostitusi selalu ada sepanjang jaman. Tentunya ini juga karena permintaan akan
jasa ini selalu ada sepanjang sejarah. Saya selalu berusaha menghargai orang
yang berprofesi sebagai penjual diri (walaupun susah juga, sih). Yang paling
susah adalah menghargai orang yang sengaja menularkan virusnya pada orang lain.
Cukup
mencengangkan ketika ada gerakan untuk membagikan kondom. Solusi yang tidak
memperbaiki akar masalah. Akar masalahnya itu kan perilaku yang terlalu bebas
dan tidak memperhatikan norma-norma yang baik. Bukan malah mendukung kegiatan
itu dengan memberikan pengamannya.
Akhir
kata, semoga saja ibu-ibu yang sudah terlanjur terkena HIV itu dapat
melanjutkan hidupnya dengan lebih bermakna. Semoga saja semua suami di dunia
ini dapat mengendalikan dirinya dalam segala hal, berpikir jauh dulu sebelum
berbuat sesuatu. Berharap boleh-boleh saja, kan? {ST}