Saat ini, saya sering mendapat order
membuat cerita fiksi untuk anak-anak. Cerita ini adalah cerita bergambar. Kalau
dilihat-lihat, ceritanya sangat sederhana. Hanya ada beberapa frame gambar
dengan 2 baris kalimat. Paling banyak 3 baris kalimat.
Setelah dijalani, ternyata tidak
selalu mudah dilakukan. Cerita yang ada harus dipadatkan dan harus dapat
digambar. Bahasa yang digunakan harus sangat sederhana. Tidak boleh terlalu
banyak penjelasan. Penjelasan ada di dalam detail gambarnya, bukan di
naskahnya. Setiap gambar memiliki ceritanya sendiri yang bersambung dengan
cerita selanjutnya.
Yang sering
menjadi kendala adalah ide. Ide tidak selalu tersedia di pikiran walau
sebenarnya bertebaran. Kadang-kadang, bisa muncul banyak ide sekaligus.
Kadang-kadang enggak ada sama sekali.
Kalau lagi
banyak ide yang muncul, harus cepat-cepat dicatat supaya tetap ingat. Kalau
dibiarkan saja, sering melayang entah ke mana. Tips ini saya dapatkan dari
teman saya yang sudah 10 tahun menjadi penulis fiksi. Kalau dibandingkan dengan
dia, tulisan saya belum ada apa-apanya, secara kualitas dan kuantitas.
Ada beberapa
pengarang fiksi yang hanya bisa menulis bila sudah mendapatkan inspirasi atau
ide. Kadang-kadang, saya juga seperti itu dalam pembuatan fiksi. Beda halnya
dengan penulisan nonfiksi, saya bisa memaksa diri untuk menulis hampir setiap
hari. Beberapa tulisan itu saya tampilkan di blog ini. Baca aja sendiri.
Sekarang,
nih, saat saya menuliskan catatan ini, saya lagi kehabisan ide untuk cerita
fiksi. Pernah ada 2 ide yang belum sempat saya jadikan tulisan. Ide itu secara
perlahan mati di pikiran saya. Sekarang, saya tidak ingat lagi apa yang pernah
saya karang ketika sedang berada di kamar mandi itu. Membuat catatan harian
berisi pikiran saya seperti ini biasanya akan bisa memancing kembali kemunculan
ide itu. {ST}