Setiap
kali ada kereta api yang datang di stasiun, selalu ada orang-orang yang siaga
berlari menyambut kedatangannya. Sambutanmereka bukanlah sambutan ramah sebagai
tuan rumah, tetapi sambutan ramah untuk mencari nafkah. Orang-orang ini adalah
porter kereta. Mereka mencari nafkah dengan menukarkan jasa mengangkat barang.
Jasa
yang mereka tawarkan biasanya dinego dulu oleh penggunanya. Kompensasinya
diberikan setelah jasa diberikan sesuai dengan kesepakatan. Kadang-kadang untuk
orang yang tidak terbiasa dengan adanya mereka, sering membuat salah paham. Ada
saja orang yang mengira kalau orang-orang ini tulus membantu, ternyata
ujung-ujungnya minta uang.
Saya
sendiri sangat jarang menggunakan jasa porter. Sebelum pergi, saya sudah
memastikan kalau barang-barang yang saya bawa sangup saya pindahkan sendiri.
Ada beberapa kali kasus khusus bila ada yang menitipkan barang, barulah saya
menggunakan jasa porter. Karena itu saya selalu menolak bila ada porter yang
mencoba “menbantu”.
Suatu
saat, saya pernah pergi naik pesawat. Jadwal keberangkatan pesawat tersebut
meleset berjam-jam dari yang tercantum di tiket. Saya sudah menjelajahi ruang
tunggu dan menghabiskan buku bacaan saya sampai ke halaman paling akhir. Maka
sayapun berkenalan dengan seseorang sambil mengobrol basa-basi.
Setiba
di tempat tujuan, saya pun mengantri di roda berjalan yang mengantarkan
barang-barang bagasi. Teman baru saya itu tampak di kejauhan dan duduk-duduk
tenang. Akhirnya dia pun menghampiri.
“Pake
porter aja,” katanya santai
“Ngapain
pake porter? Barangnya cuman 1 koper kok. Kecil lagi.” Saya yang memang membawa
koper kecil menyahut. Selain karena koper kecil, sayang uangnya, mending buat
yang lain daripada membayar untuk sesuatu yang bisa kita lakukan sendiri. Entah
yang seperti ini maksudnya hemat atau pelit, silahkan nilai sendiri.
Kenalan
baru yang agak sok akrab itu makin mendekat, mengambil tiket di tangan saya dan
memberikannya pada seorang porter. Sepertinya itu porter yang akan mengambilkan
barang-barangnya.
Kami
pun menuju tempat duduk sambil melanjutkan obrolan yang terputus di ruang
tunggu seberang lautan itu.
“Porter
itu dapat penghasilan cuma dari ngambilin barang orang. Kalo punya lebih
mending kasih ke mereka deh. Mereka, kan, bukan pengemis.” Orang itu berkata setelah
menuju ke tempat duduk yang sudah lebih dulu diduduki orang.
Saat
itu saya baru sadar tentang hal itu. Selama ini saya hanya memikirkan hal-hal
tentang diri saya sendiri. Saya pun tidak merasa bersalah tidak pernah memberi
ke porter karena memang tidak pernah menggunakan jasanya. Semua barang bawaan
bisa saya bawa sendiri.
Di
saat yang lain ketika saya sedang menanti datangnya KRL. Serombongan porter
yang tadinya duduk-duduk nyaris ketiduran langsung bergerak penuh semangat
ketika ada pemberitahuan kereta datang. Mereka langsung menyerbu pintu-pintu
kereta yang terbuka sebelum kereta berhenti. Saat itu, saya hanya membawa
sebuah tas dengan benda terberat di dalamnya adalah buku catatan, gak perlu
pakai jasa porter. Saya hanya bisa mendoakan semoga bapak-bapak porter ini bisa
membawa rejeki yang cukup untuk keluarganya. {ST}