Saat
melihat Telaga Lido, imajinasi saya langsung bereaksi, bergerak liar. Ada
banyak ide di kepala saya yang mendesak harus dikeluarkan. Ide-ide itu kemudian
menjadi bagian dari cerita-cerita fiksi yang saya tulis. Baru belakangan saya
membuat catatan ini, setelah semua ide itu tertuang habis. Hmmm…. Belum habis
juga, sih. Mungkin kelak saya akan mendapatkan inspirasi baru dari kenangan
saya akan tempat ini.
Saat
saya tiba di tempat itu, hari sudah menjelang malam. Tidak banyak hal yang saya
lihat. Udara sejuk membuat saya makin malas mengeksplorasi tempat ini. Saya
memilih berdiam di kamar, leyeh-leyeh menikmati kesejukan udara sebelum
akhirnya jatuh tertidur. Penginapan tempat saya menginap itu tidak terlalu
berkesan bagi saya. Baru keesokan harinya saya melihat pemandangan indah yang
tak terlupakan.
Telaga
Lido dapat dilihat dari tempat saya menikmati sarapan. Telaga itu bening
dikelilingi oleh warna hijau dedaunan. Entahlah yang membuat saya tertarik itu
daunnya atau airnya, atau perpaduan keduanya. Kabut yang turun membuat telaga
itu terlihat misterius. Sangat cocok untuk setting
cerita misteri. Tempat ini telah menjadi sumber inspirasi sebuah cerita
bersambung dan beberapa cerita bergambar.
Pemandangan itu seakan-akan membius saya selama
beberapa waktu. Saya sengaja berlama-lama memandangnya sambil sesekali
menyantap makanan. Saya juga sempat memotretnya beberapa kali sebagai
kenang-kenangan.
Selain kabutnya yang terkesan misterius, saya juga
terkesan karena pemandangan itu mengingatkan saya pada kehidupan khas tepi
sungai seperti di kampung halaman saya di Kalimantan. Perahu-perahu yang ada di
telaga itu mengingatkan saya pada jukung yang telah menjadi bagian kehidupan
orang Dayak selama berabad-abad sebelum saya dilahirkan. {ST}