Di Sabtu sore yang cerah itu,
tanggal 15 Agustus 2015, saya menyempatkan diri untuk melihat pertunjukan
dongeng. Pertunjukan dongeng ini diadakan di Galeri Indonesia Kaya yang
terletak di pusat perbelanjaan Grand Indonesia. Saya datang untuk menikmati
dongeng dan juga belajar dari si pendongeng.
Ada beberapa dongeng yang terangkai
dalam acara bertajuk Alkisah itu. Di hari Sabtu itu, dongeng dibawakan oleh
Poetri Soehendro. Ada 2 judul yang dibawakannya yaitu Bawang Merah dan Bawang
Putih, dan Timun Mas.
Mbak Poetri membawakan dongeng ini
dengan menggunakan boneka tangan. Boneka tangan ini membuat cerita yang
dibawakannya lebih hidup dan seru karena seakan ada dialog antara beberapa
orang. Selain dialog tokoh-tokohnya, ada juga narator dan komentatornya.
Semuanya diperankan oleh orang yang sama.
Dalam acara itu, Mbak Poetri
beberapa kali mengungkapkan kalau banyak dongeng yang harus direvisi karena
tidak memiliki nilai yang baik. Mbak Poetri juga mengatakan kalau dongeng
adalah gizi bagi kalbu. Apa yang didengar melalui dongeng akan tertanam dan
membentuk budaya bangsa itu. Karena itulah ada beberapa dongeng yang perlu
direvisi
Misalnya saja
dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih. Begitu mendengar cerita ini, kebanyakan
orang langsung teringat pada ibu tiri yang jahat. Padahal, kan, enggak semua
ibu tiri itu jahat. Banyak juga ibu tiri yang baik. Stigma ibu tiri yang jahat
juga menambah beban para perempuan yang bernasib menjadi ibu tiri. Begitu pula
dengan cerita di kancil. Cerita ini mengajarkan untuk mencuri timun. Pantas
saja kalau banayk orang yang tidak merasa bersalah untuk mencuri karena sedari
kecilnya sudah “diajarkan” untuk mencuri oleh di kancil.
Pada akhir
acara, saya dan beberapa teman pers mewawancarai Mbak Poetri. Wawancara ini
dilakukan secara keroyokan. Saya jadi tidak terlalu banyak bertanya karena apa
yang kami tanyakan sebenarnya hampir mirip-mirip aja. 5W 1H ala jurnalis.
Dari cerita
Mbak Poetri, saya baru tahu kalau dia memiliki kepedulian sendiri tentang
dongeng yang dibawakan oleh ibu. Menurut Mbak Poetri, pendongeng yang terbaik
adalah ibu sendiri. Saya sempat berpikir tentunya Mbak Poetri sering
mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh ibunya sendiri. Ternyata enggak, lho.
Mbak Poetri hanya sekali didongengi oleh ibunya. Ceritanya adalah Cinderella.
Ibu Mbak Poetri adalah wanita karir yang sibuk dan tidak memiliki banyak waktu
untuk anak tunggalnya itu. Mbak Poetri tidak pernah melupakan pengalaman itu.
Kegiatan
mendongeng Mbak Poetri awalnya dilakukan saat ia menjadi penyiar di sebuah
radio. Mbak Poetri mendongeng dalam siaran yang diudarakan pada pagi hari itu.
Siaran dongeng ini disukai oleh banyak orang. Tidak hanya anak-anak, orang
dewasa pun banyak yang suka.
Setelah tidak
lagi menjadi penyiar, Mbak Poetri tetap melanjutkan kegiatan mendongengnya
dalam acara-acara off air.
Kadang-kadang, Mbak Poetri membuat sendiri cerita yang akan dibawakannya,
disesuaikan dengan acara dan juga orang-orang yang menyimaknya.
Mbak Poetri
menggunakan akhir pekannya untuk mendongeng. Dia mendongeng untuk anak-anak
yang kurang mendapat kesempatan mendengar dongeng. Mbak Poetri juga
bercita-cita supaya semua ibu mau mendongeng untuk anak-anaknya. Mengapa
demikian? Karena dongeng adalah gizi bagi kalbu. Dongeng sama pentingnya dengan
karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin bagi tubuh. {ST}