Di
bulan Maret 2015 ini, film Cinderella versi terbaru ditayangkan. Film ini
menarik bagi kebanyakan perempuan di seluruh dunia. Tampaknya, saya tidak
termasuk dalam perempuan kebanyakan itu. Saya tidak suka dengan cerita
Cinderella.
Saya
hanya pernah sekali membaca ceritanya. Kalau tidak salah ingat, Cinderella
adalah seorang anak perempuan yang ditinggal mati oleh ibunya. Ayahnya menikah
lagi dengan seorang janda beranak 2. Kedua anak dan ibunya ini sama judesnya.
Mereka memperlakukan Cinderella dengan tidak baik. Suatu saat, ada pesta di
Istana. Cinderella mendapatkan keajaiban sehingga bisa memiliki gaun dan sepatu
indah. Keindahan itu ada syaratnya, yaitu hanya bertahan sampai tengah malam.
Setelah tengah malam, Cinderella akan kembali menjadi anak kumuh. Sepatu
kacanya yang terkenal ketinggalan di Istana ketika Cinderella buru-buru pergi
menjelang tengah malam. Sepatu kaca inilah yang membantu sang pangeran
menemukan putri cantik di pesta itu.
Cerita
seperti ini, bagi saya, termasuk cerita yang biasa saja, cenderung membosankan.
Saya juga tidak suka karena Cinderella menemukan nasib baiknya hanya dengan
menunggu sang pangeran. Kok, kayaknya jadi cewek gitu banget. Tak heran saya
tidak bertumbuh dan bercita-cita menjadi Cinderella, seperti kebanyakan
perempuan lainnya.
Ketika
film Cinderella mulai menjadi perbincangan, saya tidak ikut-ikutan. Ketika ada
acara nobar Cinderella, saya juga tidak ikut-ikutan. Saya sempat dikira (sok)
sibuk, padahal sebenarnya saya tidak suka. Ngapain juga buang-buang waktu untuk
melihat sesuatu yang kita sudah pasti tidak suka? Mendingan mengerjakan yang
lainnya saja. {ST}