Saya
sangat suka kue putu bambu. Kue ini adalah makanan kesukaan saya sejak kecil
dulu. Kue ini dijajakan berkeliling. Ada yang memikulnya, ada juga yang
bergerobak. Sebagai penanda ada kue ini mendekat adalah suara “Uuuuu” yang
terdengar dari tempat memasaknya.
Kue
putu dimasak pada saat dipesan. Tentu saja adonannya sudah disiapkan
sebelumnya. Secara garis besar, adonan kue putu terdiri dari 3 bagian yaitu
tepung beras, gula merah dan kelapa parut. Kelapa parut tidak turut dimasak,
tetapi ditaburkan di atasnya setelah masak.
Cara memasaknya cukup unik. Adonan tepung
beras dimasukkan ke dalam bambu, bagian tengahnya diberi gula merah, kemudian
diletakkan di atas lubang yang mengeluarkan uap panas. Dalam beberapa menit,
kue putu sudah masak dan bisa dinikmati. Pembuatan kue putu selalu menjadi
tontonan menarik bagi saya. Baik ketika saya masih seorang bocah yang tinggal
di kota kecil di Kalimantan, maupun ketika saya sudah dewasa dan menjadi
penghuni ibukota negara. Bermain “membuat kue putu” adalah salah satu permainan
favorit saya ketika kecil dulu.
Ketika
tinggal di Jakarta, saya sudah jarang memakan putu bambu. Di daerah tempat
tinggal saya sudah tidak ada lagi yang menjualnya secara berkeliling. Kalaupun
masih ada, bunyi “Uuuu”-nya tidak tertangkap oleh telinga saya. Saya sangat
senang, riang dan girang ketika menemukan ada yang menjual putu bambu di
Cikini. Tak lama kemudian, saya sudah menjadi pelanggan kue putu ini.
Kue
putu yang dijual di gerobak itu harganya Rp 2000 per buahnya. Ukurannya cukup
besar kalau dibandingkan dengan kue-kue putu yang saya ingat sebelumnya. Kue
putu bambu yang di gerobaknya bertuliskan “Putu Bambu Medan” ini disajikan
dengan kelapa parut dan gula putih bila ada yang menginginkannya. Konon
kabarnya, di Medan sana kue putu memang ditaburi dengan gula pasir. Kalau saya,
mintanya tanpa gula pasir. Menurut saya gula merah yang ada di dalam kue putu
sudah cukup. Lapi pula saya, kan, sudah manis. Tidak perlu pemanis tambahan
lagi. Hehehe….
Saya
sering membeli 10 buah kue putu untuk dibawa pulang. Sebenarnya, saya tidak
pernah menghabiskan semuanya. Kue-kue putu itu pasti saya bagikan ke orang
lain. Saya paling banyak makan 3 buah. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kue
putu ini ukurannya cukup besar. Saya berhenti makan bukan karena sudah eneg,
tapi karena kekenyangan. Saya juga sering membeli kue ini ketika ada acara
kumpul-kumpul. Rasanya senang kalau ada teman yang menemani menikmati kue putu.
Selain
emnjual kue putu, gerobak kue di Cikini itu juga menjual klepon, lupis dan putu
mayang. Lupisnya enak juga. Saya kadang-kadang membelinya bersama dengan kue
putu kesukaan saya. {ST}