Papah bercerita kalau dia mengenal seorang
lelaki setengah baya. Orang ini dipandang sebagai orang yang baik dan jujur di
mata Papah. Hanya 1 kekurangannya. Dia buta huruf. Ya, dia tidak bisa membaca.
Buta hurufnya ini membuatnya menjadi
bahan ledekan. Papah juga termasuk orang yang suka meledeknya saat
berjalan-jalan. Dia hanya tahu nama sebuah tempat karena pernah mendengarnya
dari orang lain, bukan karena membaca tulisannya. Saya juga kadang-kadang
tertawa mendengar cerita Papah tentang kekonyolan yang dibuatnya itu.
Bapak
setengah baya ini sering meminta anaknya untuk membacakan sesuatu baginya.
Anaknya yang sekarang sudah menginjak remaja, adalah anak yang bersekolah.
Tentu saja dia bisa membaca. Keahlian sederhana itulah yang sering digunakannya
untuk membantu ayahnya.
Setelah puas
tertawa, saya jadi kepikiran sendiri. Saya kasihan pada bapak ini. Entah
bagaimana masa lalunya sampai membaca pun tak bisa. Membaca adalah suatu
keahlian dasar yang diajarkan pada sekolah tingkat dasar. Anak-anak jaman
sekarang, bahkan sudah bisa membaca sebelum masuk sekolah. Saya sendiri sudah
bisa membaca sejak umur 5 tahun.
Saya
sebenarnya pernah bertemu dengan bapak itu. Usianya tidak lebih muda dari
Papah. Mungkin sekitar 50 tahun. Dari penampakannya itu, sudah bisa ditebak
kalau dia lahir setelah kemerdekaan RI. Daaannn…. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka,
masih ada rakyatnya yang buta huruf. {ST}