Perkebunan kelapa sawit dituding sebagai biang munculnya asap di beberapa daeah di Kalimantan. Pada
kenyataannya memang demikian juga, sih. Dalam pengusutan yang dilakukan oleh
pihak-pihak berwajib, ditemukan beberapa perusahaan sawit yang dianggap
bersalah.
Perusahaan-perusahaan itu
dengan segera menjadi perhatian media. Memang inilah saat yang paling tepat
untuk memberitakan mereka. Para “tersangka” ditayangkan di beberapa media. Saya
sempat menonton salah satu tayangannya.
Pada tayangan yang saya
lihat itu, dikatakan kalau orang-orang yang bergerombol itu adalah buruh
pekerja di perkebunan sawit. Mereka kehilangan pekerjaan karena kegiatan
perusahaan dihentikan. Selama ini mereka bekerja sebagai buruh harian. Nah,
pekerjaan harian yang harus mereka lakukan adalah membakar lahan.
Beberapa orang buruh yang
saya lihat itu memiliki ciri-ciri fisik seperti orang-orang dari Indonesia Timur.
Dalam wawancara, ada yang menyebutkan kalau mereka tidak bisa pulang karena
tidak ada biaya. Dapat disimpulkan kalau dia adalah perantau yang mencari
rezeki dengan menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Pendapatannya yang
terbatas dan akhirnya terhenti itu membuatnya terdampar di Kalimantan.
Melihat tayangan itu,
saya jadi sadar, menghentikan tradisi musim asap di tanah kelahiran saya makin
tak mudah. Tidak hanya masalah teknis yang harus diatasi, tetapi juga masalah
sosial yang melibatkan banyak orang. Buruh yang didatangkan dari luar pulau membuat
masalah itu makin kompleks. Semoga saja ada jalan untuk menyelesaikan masalah
asap ini. {ST}