Hari
belanja online nasional (Harbolnas)
menarik perhatian banyak orang termasuk saya. Saya cukup sering belanja online. Saya juga pemerhati situs-situs
belanja online yang ada di negeri
ini. Perhatian saya itu makin besar karena perdagangan online alias e-commerce
adalah bidang yang tak jauh dari pengalaman saya di bidang ritel. Saya pernah
menjadi profesional di bidang ritel selama beberapa tahun.
Beberapa orang teman saya dulu ada yang akhirnya
berkarya di dunia perdagangan online
ini. Itu membuat saya juga ikut mengupdate
informasi dan tren terkini tentang perdagangan online. Ada yang mengatakan pekerjaannya sedikit lebih ringan
karena tidak harus mengelola stok barang.
Salah satu isu yang masih ada sampai sekarang adalah
diskon palsu. Diskon palsu ini juga mewarnai Harbolnas pada tanggal 12-14
Desember 2016 ini. Isu diskon palsu itu menyebar dengan mudah melalui media
sosial. Foto-foto screenshot ikut
melengkapi itu.
Tak bisa dipungkiri memang ada beberapa peritel yang
menggunakan jurus diskon palsu. Perusahaan di tempat saya bekerja dulu juga
pernah menggunakan jurus ini. Harganya dinaikkan dulu, baru kemudian didiskon.
Alasannya karena menentukan harga adalah hak peritel. Ada juga yang mengakui
harga normal sebagai harga diskon.
Saya tidak suka dengan jurus diskon palsu itu. Mungkin
karena di saat yang sama saya juga berpikir sebagai customer. Rasanya tidak
adil bagi customer. Lagipula customer bukanlah orang yang bodoh.
Mungkin di akan “tertipu” sekali. Selanjutnya tentunya akan lebih berhati-hati
dan tidak tertipu lagi.
Jurus ini mungkin saja mengena bagi orang yang jarang
berkunjung ke toko tersebut. Dengan meletakkannya di tempat strategis dan
penanda harga bahwa barang itu sedang diskon kemungkinan akan menarik orang
untuk datang melihatnya. Ada diskon gitu, lo. Beda halnya dengan orang yang
sering berkunjung, mereka akan tahu jika ada kejanggalan pada harga itu. Ini
akan menimbulkan ketidakpercayaan dari para pengunjung setia. Ketidakpercayaan
itu sangat menular dan berbahaya bagi kelangsungan bisnis.
Walaupun tidak berencana untuk menghabiskan kehidupan
produktif saya di perusahaan ritel itu, saya tetap berpikir panjang untuk
kelanjutan bisnisnya. Saya tidak mau apa yang telah saya kerjakan selama ini
hancur. Apalagi kalau sampai hancur karena ketidakpercayaan yang sebenarnya
berasal dari diri sendiri. Itu sebabnya sya hampir tidak pernah memakan jurus
diskon palsu. Masih banayk, kok, jurus dagang yang lain.
Diskon palsu yang terjadi pada Harbolnas di akhir
tahun 2016 ini menggugah saya untuk menuliskan catatan ini. Setelah saya
perhatikan, diskon palsu itu dapat dilakukan oleh merchandiser-nya atau oleh penjualnya. O ya, diskon itu juga
digunakan oleh kategori produk yang sama dengan yang dulu sering melakukan
jurus diskon palsu. Apesnya, isu diskon palsu itu dapat dengan cepat tersebar.
Isu ini merusak nama baik peritel, bahkan juga sistem belanja berbasis online.
Perbuatan itu akan merugikan banyak orang yang mencari nafkah dari bisnis ini. {ST}