Saya
cukup sering naik bajaj. Biasanya saya naik bajaj dari halte dekat rumah menuju
ke rumah. Pengemudi bajaj di situ rata-rata sudah mengenal saya dan ke mana
saya minta diantarkan. Begitu pula yang terjadi pada malam hari itu. Saya naik
bajaj yang dikemudikan oleh orang yang sudah saya kenal.
“Mbak,
maaf saya liat henpon dulu,” kata pengemudi itu sambil menghentikan bajaj
birunya.
HP
pengemudi itu sebelumnya memang berbunyi. Ternyata ia menerima telepon. Ia
mengangkatnya dan bercakap-cakap menggunakan bahasa Jawa. Saya menanti dengan
sabar di bangku belakang.
“Mbak,
naik bajaj yang lain aja, ya. Ini anak saya minta jemput,” kata pengemudi itu
sambil menjalankan bajajnya.
Ia
menjalankan bajajnya kembali ke pangkalan tempat saya naik tadi. Dengan sigap
ia membuka pintu dan mempersilakan saya untuk turun. Saya pun turun dengan
wajah bingung.
“Naik
yang itu, Mbak,” ujarnya dari dalam bajaj yang berjalan meninggalkan saya itu.
Tak
jauh dari situ memang ada bajaj lain. Pengemudinya sudah pernah mengantarkan
saya sebelumnya. Sepertinya ia paham akan permasalahan temannya. Dengan ramah
ia mempersilakan saya masuk ke dalam bajajnya. Saya pun diantar pulang dengan
menggunakan bajaj yang ini.
Dalam
perjalanan itu, saya dan pengemudi bajaj bercakap-cakap tentang pengemudi bajaj
yang sebelumnya. Rupanya anak sang pengemudi itu masih kecil dan meminta
dijemput. Maka bapaknya pun dengan sigap datang untuk menjemput. Penumpangnya
dioper ke pengemudi lainnya. {ST}