Tanggal 18 November 2014, harga
BBM dinaikkan. Harga bensin premium naik dari Rp 6500 menjadi Rp 8500. Harga
solar menjadi Rp 7500. Kenaikan harga ini diumumkan hari itu juga oleh presiden
RI yang baru datang dari kunjungan ke luar negeri.
Kenaikan harga BBM ini
sebenarnya sudah bisa ditebak sejak lama. Pemerintah yang baru maupun yang
sebelumnya sudah memiliki rencana untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan harga ini
bukan berarti harga minyaknya yang naik, tapi subsidinya yang dikurangi.
Rencananya, subsidi ini akan dialihkan untuk pembangunan di bidang lainnya.
Kenaikan harga BBM ini sepertinya memang sudah tidak bisa ditunda lagi.
Tindakan yang tidak populer untuk pemerintah ini akhirnya terjadi di hari
Selasa ini, tanggal 18 November 2014.
Senin malam, tanggal 17 November
2014, saya pulang ke rumah dengan menggunakan mobil kesayangan saya, Si Mocil.
Saya pulang sudah lebih dari jam 9 malam. Saat itu kebetulan ada seorang teman
yang baik hati mau menraktir makan es krim. Dengan segera saya meluncur ke
lokasi tanpa lebih dulu mengisi bensin si Mocil. Saat itu, bensin Mocil tinggal
sedikit, memang sudah waktunya diisi ulang.
“Ntar malam juga bisa di pom
bensin dekat rumah,” pikir saya. Sampai tepat waktu sebelum es krim meleleh
saat itu lebih penting bagi saya. Sejujurnya, saya tidak tahu kalau esoknya
harga bensin akan dinaikkan. Saya hanya tahu kalau harganya akan naik. Itu
saja.
Malam itu, adik saya yang
diantar pulang oleh pacarnya mengatakan kalau jalan utama di kompleks kami
macet total. Saya langsung melirik jam tangan yang melingkar di tangan kiri
saya. Sudah jam 10 malam. Kok, masih macet, ya?
Saya baru merasakan kemacetan
itu ketika menuju rumah. Sumber kemacetan itu adalah pom bensin di kompleks
rumah kami. Ramai kendaraan yang antri untuk mendapatkan BBM dengan harga yang
belum dinaikkan. Antrian itu sangat panjang sampai menutupi satu-satunya akses
ke perumahan yang kami tempati.
Saya sempat panik karena bensin
yang ada di Mocil sudah tinggal sedikit. Kalau masuk ke dalam antrean itu
kemungkinan tidak akan berhasil sampai ke tujuan. Mocil akan mogok di jalan.
Akhirnya saya memutuskan untuk pulang saja. Lebih baik mengisi bensin esok
hari. Kalau ternyata Mocil mogok, saya bisa membeli bensin eceran dulu. Yang
penting sudah sampai di rumah dulu. Apalagi saat itu saya sangat capek.
Saya mencoba akses jalan satunya
lagi. Akses jalan ini, kalau sudah jam 9 malam akan ditutup dengan portal.
Rencananya, saya akan meminta hansip untuk membukakannya. Hansip yang berjaga
biasanya berada di pos dekat jalan masuk yang satunya lagi, yang selalu dibuka.
Saya memarkir Mocil di depan
portal yang tertutup kemudian berjalan kaki menuju ke pos hansip. Di tengah
jalan, saya bertemu dengan seorang hansip yang wajahnya saya kenal (namanya sih
enggak tahu siapa). Saya langsung meminta tolong untuk dibukakan portal karena
tidak bisa masuk ke kompleks dari jalan yang biasanya.
“O tentu saja bisa. Wong
warganya mau pulang, kok,” kata Pak Hansip sambil mengeluarkan kunci.
Saya pun akhirnya bisa masuk ke
dalam kompleks perumahan yang kami tempati. Sambil menginjak pedal gas, tak
lupa saya melambaikan tangan disertai dengan senyum manis ke Pak hansip yang
baik hati. {ST}