Saat libur Lebaran, para pembantu
kebanyakan libur untuk pulang kampung, temasuk juga pembantu yang ada di rumah
kami. Tugas-tugas rumah tangga yang sehari-harinya mereka kerjakan, harus kami
ambil alih. Salah satu tugas terberatnya adalah mengganti galon air minum.
Tugas ini berat dalam arti
sebenarnya. Penghuni rumah kami hampir tidak ada yang kuat untuk mengangkat
galon air sendirian. Perlu 2 atau 3 orang untuk menempatkan galon berisi penuh
air di dispensernya. Untuk meminimalkan masalah galon ini, kami sudah
menyediakan stoknya sebelum libur lebaran.
Kehabisan stok air minum galon
adalah hal yang biasa ketika libur lebaran. Pasokan terhenti karena liburnya
para distributor. Beberapa orang kenalan saya, yang tidak menyiapkan stok, akan
kehabisan air minum dalam kemasan.
“Kami terpaksa beli air yang botol,
deh. Lumayan, lo, harganya. Kalau dihitung-hitung, jauh lebih mahal,” kata
kenalan saya itu.
Saya teringat beberapa waktu yang
lalu di rumah kami juga pernah kehabisan air minum. Kami kemudian merebus air
keran untuk kemudian diminum. Sesuatu yang sudah jarang dilakukan sejak ada
banyaknya air minum dalam kemasan. Itu sebenarnya hal yang biasa dilakukan
untuk membuat air layak diminum.
Kebiasaan membeli air minum galon
membuat banyak orang tidak lagi merebus air untuk diminum. Perusahaan Air Minum
seharusnya berganti nama karena air olahannya sudah tidak lagi menjadi sumber
air minum. {ST}
Baca juga: