Saya sering berkendara menggunakan transportasi daring. Rasanya alternatif berkendara ini cocok dengan gaya hidup saya yang sekarang jarang bepergian. Saat catatan ini ditulis, saya sedang bekerja di rumah karena sedang terjadi pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 membawa dampak sangat besar bagi para pengemudi transportasi daring. Banyaknya orang yang berkegiatan di rumah membuat berkurangnya orang yang menggunakan jasa mereka. Berita tentang berkurangnya pendapatan mereka menjadi berita utama di berbagai media.
Suatu hari, saya harus ke kantor. Saya pun memesan mobil menggunakan aplikasi daring. Mobil yang saya pesan itu langsung datang tak lama kemudian. Rupanya sang pengemudi sedang menanti orderan tak jauh dari rumah saya.
“Ini orderan pertama saya hari ini,” ucapnya membuka pembicaraan.
Saat itu sudah menjelang pukul 10 dan saya adalah orang pertama yang menggunakan jasanya. Saya pun kemudian bertanya-tanya tentang pekerjaannya dan penghasilannya pada saat pandemi ini. Pengemudi itu tanpa sungkan bercerita tentang perjuangannya. Awalnya ia memiliki harapan tinggi karena penghasilan dari menjadi pengemudi itu dapat dikatakan lumayan besar. Selain dapat penghasilan untuk kehidupan sehari-hari, ia juga bisa menabung untuk mencicil mobilnya. Mobil yang dicicil itu adalah mobil yang saya tumpangi itu.
Harapan itu makin tak terlihat saat pandemi seperti ini. Biasanya ia sudah mendapatkan beberapa order pada pukul 10. Order pertama sudah dimulai sejak pagi hari, saat anak-anak pergi sekolah. Ia sering mengantarkan anak-anak ke sekolah. Ia juga cukup sering mengantarkan orang-orang kantoran ke daerah pusat bisnis Jakarta. Kebijakan nomor pelat ganjil genap tidak mengurangi rezekinya. Namun, hal yang berbeda terjadi saat ini. Ada kalanya ia tidak mendapat order hampir sepanjang hari.
“Ini katanya mau ada pengurangan cicilan. Tapi, ya tetap aja susah. Kalaupun dikurangi, uangnya dapat dari mana kalau enggak ada orderan,” keluhnya.
Saya hanya mengangguk-angguk saja mendengarkannya mengeluh. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, saya tidak terlalu senang apabila bertemu dengan pengemudi yang suka mengeluh. Akan tetapi, kali ini saya maklum. Saya tetap mendengarkan keluhan pengemudi itu dengan rasa empati.
“Kalau yang motor masih mendingan, ya. Bisa ambil order makanan,” ucap saya.
Saya berani mengucapkannya karena di rumah saya ada usaha kecil menjual makanan. Makanan yang kami jual itu dapat sampai kepada pelanggan karena para pengemudi motor daring ini.
“Mereka juga susah. Sekarang harus jaga jarak. Gak boleh bawa penumpang. Pemasukan paling banyak dari penumpang,” timpal pengemudi itu.
Perbincangan kami terhenti ketika kami tiba di kantor saya di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saya segera turun dan menyelesaikan urusan pekerjaan saya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Setelah itu, saya segera memesan kendaraan daring dengan tujuan kembali ke rumah.
Tak disangka, ternyata kendaraan yang saya dapatkan sama dengan yang saya gunakan sebelumnya. Pengemudi yang sama itu segera menghampiri saya yang berdiri di pinggir jalan tanpa harus chatting lagi. Kami pun melanjutkan obrolan kami yang tadi terhenti. Kali ini terlihat lebih banyak harapan. Setelah beberapa hari, baru kali ini pengemudi itu mendapatkan 2 orderan dengan nominal yang lumayan, lebih dari Rp 100 ribu.
Berhubung pengemudi ini sudah mengetahui rumah saya, saya tidak perlu lagi menunjukkan jalan. Saya dapat duduk dengan tenang san tiba di rumah dengan selamat. Selain mengucapkan terima kasih, saya juga mendoakan pengemudi itu supaya mendapatkan cukup banyak order setelah saya. {ST}